Barabai, (Antaranews Kalsel) - Karena alasan keamanan pihak tergugat dari Kementerian ESDM dan PT MCM tidak menghadiri sidang lanjutan tahapan Pemeriksaan Setempat (PS) di Desa Nateh Kecamatan Batang Alai Timur (BAT) yang dilakukan PTUN Jakarta, Jum'at (13/7).
Pada tahapan pemeriksaan setempat, Hakim PTUN Jakarta Sutiyono terjun langsung ke lapangan memeriksa kebenaran wilayah yang terkena titik koordinat yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM terkait ijin operasional batu bara kepada PT MCM melalui SK Nomor 441.K/30/DBJ/2017 tentang penyesuaian tahap kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara.
"Pemeriksaan setempat hari ini kami melihat langsung ke lokasi yang termasuk objek sengketa, tentunya akan menjadi salah satu pertimbangan majelis hakim dalam melakukan putusan," kata Sutiyono.
Direktur Eksekutif WALHI Kalsel Kisworo Dwi Cahyono merasa kecewa dan tersinggung dengan ketidakhadiran pihak tergugat karena alasan terkait keamanan.
"Memangnya kita akan bertindak kriminal, ini sama saja menghina dan merendahkan harkat warga Kalsel khususnya HST, mereka fikir kita tidak bisa menjaga keamanan," tegasnya.
Kis menjelaskan pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Kepolisian dan TNI agar bisa sama-sama menjaga ketertiban dan mendukung lancarnya acara hari ini, serta buktinya aparat keamanan juga hadir bahkan masyarakat pun ramah menyambut baik kedatangan pihak majelis hakim.
"Dengan melihat langsung ini hakim dapat menilai bahwa titik yang terkena ijin produksi batu bara itu memang terkena wilayah pemukiman penduduk, saluran irigasi dan merusak alam yang sudah begitu indah. Kami harap tuntutan kita dikabulkan untuk mencabut ijin produksi batu bara yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM kepada PT MCM," katanya.
Pengacara dari WALHI, Ronald menerangkan dalam hal ini pihak penggugat yaitu WALHI meminta majelis hakim dan pihak tergugat untuk melihat letak titik koordinat di SK ijin operasi itu di lapangan.
"Disini kami merasa kesal karena pihak Kementerian ESDM yang memberikan ijin tidak tahu dimana lahan ijin produksi yang mereka keluarkan kepada pihak PT MCM milik warga negara asing," katanya.
Dia juga sangat prihatin kepada warga setempat yang terkena titik ijin produksi pertambangan batu bara, mereka tidak tahu bahwa wilayahnya sudah dikuasai oleh pihak asing.
Menurutnya pihak hakim juga kecewa karena PT MCM mengirim surat ke pengadilan satu hari sebelum persidangan agar menunda atau tidak melakukan pemeriksaan setempat.
Seharusnya keberatan itu disampaikan ketika persidangan sebelumnya, jadi ini merupakan salah satu kekonyolan pihak tergugat melakukan cara-cara yang tidak sesuai dengan prosedur persidangan.
Sedangkan pihak majelis hakim sudah menyiapkan logistik bahkan sudah berangkat ke lokasi pemeriksaan setempat di Kalsel yaitu Kabupaten HST di Desa Nateh.
"Pihak tergugat terkesan tidak serius dan main-main serta melecehkan proses persidangan yang sudah disepakati dari awal bahwa hari ini sudah ditetapkan oleh majelis hakim akan ada pemeriksaan setempat," katanya.
Dia sangat yakin dan optimis dengan keputusan pihak majelis hakim ke depannya berpihak kepada warga HST karena pegunungan meratus yang ada di HST satu-satunya yang belum dieksploitasi pertambangan batu bara dan harus selalu dipertahankan.