Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Asisten 1 Bidang Pemerintahan Setdaprov Kalsel H Siswansyah yang menjadi saksi di persidangan perkara gugatan PT Sebuku selaku penggugat dan Gubernur Kalsel selaku tergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin menegaskan jika pencabutan izin tambang di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru murni berdasarkan aspirasi masyarakat dan hasl kajian tim akademisi.
"Jadi tidak benar argumen pengacara penggugat bahwa gubernur yang memerintahkan kita untuk melakukan pencabutan, karena semuanya aspirasi dari bawah alias masyarakat setempat," terang Siswansyah di hadapan majelis hakim, Kamis.
Dia memaparkan, aspirasi yang muncuk sejak lama dari masyarakat itu kemudian disampaikan DPRD Kabupaten Kotabaru kepada Gubernur Kalsel melalui surat resmi.
Menanggapi surat wakil rakyat Kabupaten Kotabaru itu, Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor kemudian ingin mendapat keterangan ahli dari akademisi.
"Pada 18 Januari 2018, Tim ahli dari akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menyatakan Pulau Laut tidak memungkinkan untuk ditambang karena daya resapan air dan sebagainya tidak mendukung," paparnya lagi.
Bahkan sebelum diminta Gubernur memberikan kajiannya, ungkap Siswansyah, ternyata tim peneliti dari ULM sudah pernah meneliti juga kawasan Pulau Laut, jauh sebelum kasus penolakan dari masyarakat mengemuka.
"Prinsipnya, keputusan mencabut tiga izin tambang di Pulau Laut tidak asal-asalan dilakukan gubernur, dan itu hanyalah opini yang dihembuskan pengacara PT Sebuku seolah-olah ini arogansi Gubernur dan sebagainya," tegas Siswansyah menekankan.
Sementara kuasa hukum penggugat Gugum menyatakan, alasan keberatan dari masyarakat tidak bisa dijadikan dasar mencabut izin tambang.
Dia memaparkan, sebuah perusahaan bisa dicabut izin usaha tambangnya jika melakukan tiga hal, yaitu tidak memenuhi kewajibannya, melakukan tindak pidana atau dinyatakan pailit. Hal ini sesuai dengan pasal 119 Undang-Undang Minerba.
Menurutnya, ketiga perusahaan baik PT Sebuku Sejaka Coal, PT Sebuku Batubai Coal dan PT Sebuku Tanjung Coal tidak melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Namun, tiba-tiba Gubernur mencabut izin tambang tanpa ada pemberitahuan atau surat peringatan sebelumnya.
Jika pun ada keberatan dari warga, tambah dia, harus dicek terlebih dahulu karena apa. Misalnya soal lingkungan, ada pemerikaaan dan dikasih kesempatan perusahaan melakukan evaluasi dan perbaikan.
"Harusnya ada tiga kali surat peringatan tertulis, baru penghentian sementara sampai 60 hari. Kemudian tahap terakhir pencabutan. Semua tahapan ini kan tidak dijalankan," jelasnya.
Di sisi lain, kuasa hukum tergugat Dr Andi Muhammad Asrun mengungkapkan jika Amdal PT Sebuku menjadi cacat hukum lantaran tidak memenuhi perundang-undangan yang berlaku.
Hal itu dapat disimpulkan dari keterangan saksi fakta di persidangan yang mengatakan, bahwa laporan Amdal tidak memasukkan keterangan negatif dari masyarakat. Meski pada proses penyusunannya masyarakat diundang.
"Rupanya sekali pun didengar keterangan masyarakat, tapi tidak dimasukkan dalam berita acara. Artinya, hanya sepihak dimasukkan hal-hal positif saja oleh pihak yang berinisiatif membuat Amdal. Sedangkan ketika masyarakat ingin menyampaikan pendapatnya kepada PT Sebuku ternyata sampai di Jakarta alamatnya tidak benar," beber Asrun.
Kemudian, kata Asrun, juga terbongkar fakta jIka perusahaan memiliki hutang dalam bentuk PNBP sebesar 1,7 juta US Dolar yang tidak dibayarkan.
"Hal inipun tidak disanggah oleh penggugat alias tidak membantah terkait bukti itu. Maka dari itu, sudah punya dasar gubernur menerbitkan obyek sengketa sesuai peraturan perundang-undangan, dimana ada kewajiban tidak dilaksanakan PT Sebuku," pungkasnya.
Sidang tiga perkara gugatan PT Sebuku atas Gubernur Kalsel selaku tergugat dalam kasus pencabutan izin tambang batubara di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru yang bergulir Kamis pagi berakhir hingga malam hari. Dimana agendanya menghadirkan para saksi dari pihak tergugat.
Sidang kembali akan berlangsung pada Jumat (18/5) dengan agenda pihak penggugat menghadirkan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).