Kepala DPPPAKB Kalsel Sri Mawarni mengatakan jenis kekerasan yang paling dominan yaitu kekerasan psikis (85 korban), kekerasan seksual (63 korban), dan kekerasan fisik (48 korban).
Baca juga: DPPPAKB dan BKKBN Kalsel tingkatkan mutu pengasuhan anak usia dini
"Data ini bukan hanya angka, di baliknya ada trauma, masa depan, dan harapan yang harus kita pulihkan bersama," kata Sri pada pelatihan peningkatan sumber daya manusia (SDM) petugas dalam melakukan pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual di Banjarbaru, Selasa.
Karena itu, peningkatan kapasitas tenaga layanan menjadi kunci dalam memastikan korban tidak mengalami reviktimisasi.
Sri menegaskan kekerasan seksual merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang nyata dan sangat merugikan korban.
Diharapkan ia, melalui pelatihan ini memastikan setiap tenaga layanan, terutama dari UPTD PPA, memiliki kapasitas yang memadai untuk memberikan perlindungan, penanganan, dan pemulihan yang komprehensif bagi korban.
Kegiatan ini digelar sebagai bentuk komitmen DPPPAKB Kalsel dalam menindaklanjuti amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang mengharuskan tersedianya layanan dan pendampingan korban berbasis perspektif hak asasi manusia dan sensitivitas gender.
Pelatihan ini juga merupakan implementasi dari Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Baca juga: Terima Rp19 miliar, DPPPAKB Kalsel gencarkan pemberdayaan perempuan
Perda tersebut menegaskan pentingnya kemitraan kelembagaan serta koordinasi antar instansi dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dia juga mengungkapkan, kegiatan ini sebagai langkah awal membangun sistem penanganan yang adil, berpihak pada korban, dan mengedepankan sinergi antar lembaga.
Sri menekankan kegiatan ini dapat memperkuat kerja sama antar lembaga serta mendorong lahirnya tenaga pendamping yang berkompeten sesuai standar undang-undang.
Prinsip sinergi seperti ikhlas, transparan, tidak saling menyalahkan, dan mau berbagi pengalaman dijadikan landasan utama dalam pelaksanaan pelatihan ini.
“Pembangunan bangsa ini tidak bisa dilepaskan dari kualitas hidup perempuan dan anak. Mereka adalah pilar penting. Maka, menciptakan ruang aman dan sistem perlindungan yang berpihak adalah bagian dari upaya membangun Indonesia yang lebih adil dan setara,” demikian Sri.
Baca juga: DPPPAKB Kalsel pantau kelompok rentan korban TPPO