Koordinator Forum Kota (Forkot) Banjarmasin Sy Nisfuady mengemukakan permintaan pembatalan opsen 66 persen itu kepada wartawan, usai pertemuan dengan Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalsel di Banjarmasin, Selasa siang.
Menurut dia, kenaikan opsen 66 persen bisa berdampak pada berbagai harga kebutuhan lain, dan pada gilirannya akan menyengsarakan rakyat golongan ekonomi menengah ke bawah.
"Permintaan pembatalan kenaikan opsen 66 persen, karena kami kasihan dengan Bapak Prabowo Subianto yang belum setahun menjadi Presiden Republik Indonesia. Karena dengan kenaikan opsen yang cukup tinggi, akhirnya Presiden Prabowo yang kena hujat," ujar Nisfuady.
Koordinator Forkot Banjarmasin itu mengkhawatirkan, kalau terus menerus mendapat hujatan membuat ketidaknyamanan Presiden Prabowo dalam bekerja dan bisa menimbulkan dampak lain yang semestinya tidak perlu terjadi.
Ia menyarankan, kenaikan opsen tersebut sebaiknya bertahap sedikit demi sedikit sehingga tidak menjadi beban masyarakat umum, walaupun bukan pemilik barang yang dianggap mewah tersebut.
"Rencana kenaikan 30 persen saja tidak jalan, apalagi naiknya sampai 66 persen," demikian Nisfuady seraya menambahkan, mungkin ada jalan/cara lain untuk keperluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak mesti menaikkan PKB terlalu tinggi.
Sebagai wakil rakyat, Komisi II DPRD Kalsel akan meneruskan saran/permintaan Forkot Banjarmasin tersebut sesuai prosedur serta ketentuan yang berlaku kepada pemerintah pusat.
"Kita sudah memperkirakan akan timbul berbagai tanggapan terhadap opsen 66 persen tersebut," ujar Ketua Komisi II DPRD Kalsel Muhammad Yani Helmi atau yang akrab dengan sapaan Paman Yani, usai memimpin pertemuan.
Menerima audiensi Forkot Banjarmasin beserta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lainnya itu, Ketua Komisi II DPRD Kalsel didampingi Wakilnya H Suripno Sumas serta beberapa orang anggota Komisi tersebut.
Opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Opsen dikenakan atas Pajak terutang dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang pemungutannya secara bersamaan.