Banjarmasin (ANTARA) - Jaksa Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujui penghentian penuntutan empat perkara berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kalsel).
"Hasil ekspose usulan penerapan keadilan restoratif yang disampaikan Wakil Kepala Kejati Kalsel Ahmad Yani disetujui Jampidum," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati Kalsel Yuni Priyono di Banjarmasin, Kamis.
Baca juga: Kasus penggelapan di Balangan berakhir melalui "restorative justice"
Adapun empat perkara yang dihentikan, yaitu tersangka Bahari yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan dari Kejaksaan Negeri Tanah Laut.
Kemudian, tersangka Ady Saputra disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) PERPU Nomor 01 Tahun 2016 Jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak berasal dari Kejaksaan Negeri Tapin.
Selanjutnya, tersangka Agung Susilo Wardoyo disangka melanggar Pasal 310 ayat (4) UU RI No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Laka Lantas berasal dari Kejaksaan Negeri Barito Kuala.
Terakhir, tersangka Muhammad Rony Syahrial disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian berasal dari Kejaksaan Negeri Banjarbaru.
Baca juga: Kajari Balangan gaungkan rumah restorative justice pada HBA 2023
Yuni menjelaskan pertimbangan diajukan penghentian penuntutan yang diatur Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif itu lantaran memenuhi sejumlah unsur.
Antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun.
Kemudian memenuhi pula kerangka pikiran keadilan restoratif antara lain dengan memperhatikan tersangka dan korban sepakat untuk berdamai hingga tidak dilanjutkan ke proses persidangan serta masyarakat merespon positif sehingga pelaksanaan perdamaian dapat terlaksana.
Baca juga: Kejati Kalsel selesaikan 23 kasus lewat keadilan restoratif