Houston (ANTARA) - Harga minyak jatuh lebih dari 1,5 persen pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah pertumbuhan ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan menimbulkan keraguan atas kekuatan permintaan di konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu, dan dimulainya kembali sebagian produksi Libya yang dihentikan juga menekan harga.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus merosot 1,27 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi menetap pada 74,15 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman September tergelincir 1,37 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi ditutup pada 78,50 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Kedua kontrak acuan mencatat kerugian untuk hari kedua berturut-turut.
Produk Domestik Bruto (PDB) China tumbuh 6,3 persen tahun-ke-tahun pada kuartal kedua, dibandingkan dengan perkiraan para analis sebesar 7,3 persen, karena pemulihan pasca-pandemi kehilangan momentum.
"PDB datang di bawah ekspektasi, jadi tidak akan banyak meredakan kekhawatiran atas ekonomi China," kata Warren Patterson, kepala penelitian komoditas ING, dikutip dari Reuetrs.
Baca juga: Minyak melonjak karena dolar melemah di tengah pendinginan inflasi AS
Pembelian para hedge fund telah melambat sebagai akibat dari gagasan bahwa permintaan mungkin telah dilebih-lebihkan setelah angka yang lemah dari China, kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Minyak sempat naik setelah peringatan berita Reuters tentang Arab Saudi memperpanjang pengurangan produksi sukarela. Peringatan itu kemudian dicabut karena mengulangi berita yang diterbitkan pada 4 Juni.
Minyak juga berada di bawah tekanan pada Senin (17/7/2023) ketika dimulainya kembali produksi di dua dari tiga ladang Libya yang ditutup minggu lalu. Produksi telah dihentikan oleh protes terhadap penculikan mantan menteri keuangan.
Sementara itu, ekspor minyak Rusia dari pelabuhan barat akan turun 100.000-200.000 barel per hari (bph) bulan depan, tanda bahwa Moskow memenuhi janji untuk pengurangan pasokan bersama dengan Arab Saudi, kata dua sumber pada Jumat (14/7/2023).
Produksi minyak serpih AS juga akan turun menjadi hampir 9,40 juta barel per hari pada Agustus, yang akan menjadi penurunan bulanan pertama sejak Desember 2022, data dari Badan Informasi Energi menunjukkan pada Senin (17/7/2023).
Baca juga: Emas jatuh setelah reli empat hari beruntun
Baca juga: Pelemahan dolar melambat, investor tunggu Fed
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto