Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis urologi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Budi Himawan menegaskan fenomena yang kerap disebut "sunat jin" oleh masyarakat awam adalah fenomena gawat darurat dalam bidang medis.
"Banyak orang yang tidak memahami ini (sunat jin) adalah fenomena emergency, maka perlu diambil tindakan dengan segera," kata Budi dalam diskusi terkait fenomena "sunat jin" yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Budi menjelaskan fenomena "sunat jin" merupakan sebuah istilah mitos yang berkembang di masyarakat, yang menunjukkan kelainan medis pada penis akibat tindakan tertentu atau kelainan bawaan, yang terjadi akibat kegagalan tumbuh kembang genetalia eksterna pada anak.
Dalam istilah medis, dia mengungkapkan, kelainan tersebut dinamakan sebagai parafimosis yang merupakan kelainan akibat tindakan tertentu, dan hipospadia yang merupakan kelainan bawaan.
Dia menjelaskan parafimosis adalah sebuah keadaan dimana kulup penis (preputium) diretraksi (ditarik) ke arah belakang leher kepala penis (sulcus coronarius glans) dan tidak bisa dikembalikan ke bentuk semula.
"Pada anak-anak, biasanya dilakukan pada saat bermain dengan penisnya, sehingga secara tidak sengaja kulup penisnya teretraksi dan biasanya tidak berani melapor (ke orang tuanya), akhirnya orang tua yang tidak paham menganggap itu sebagai peristiwa 'sunat jin'," ujarnya.
Baca juga: Bocah Tujuh Tahun "Disunat" Jin
Kondisi tersebut, kata Budi, terjadi karena adanya jeratan di bagian leher kepala penis, yang jika dibiarkan akan menyebabkan bengkak. Oleh karena itu, tindakan medis harus segera dilakukan.
Pada tahap awal, sambungnya, kondisi tersebut bisa dikembalikan seperti semula. Namun jika sudah lama, maka salah satu penanganannya adalah dengan melakukan khitan.
Adapun hipospadia, ungkapnya, adalah kelainan bawaan yang terjadi akibat kegagalan tumbuh kembang penis. Biasanya berupa penis bengkok dengan muara di bagian bawah, serta kulup penis yang menggumpal.
"Secara penampakan seperti sudah disunat, tidak membahayakan, tapi masyarakat harus tahu kalau ini adalah kelainan. Biasanya ketika masa awal sekolah, keluarga baru sadar," ucap dia.
Meski demikian, Menurut Budi terdapat sejumlah kalangan yang menyatakan bahwa kondisi tersebut merupakan kondisi "disunat jin" sejak berada dalam kandungan. Begitupun sejumlah ahli khitan, beberapa di antara mereka banyak yang menganggap bahwa kondisi hipospadia tidak memerlukan khitan.
"Memang betul itu tidak boleh disunat, namun tetap memerlukan tindakan khusus yang dilakukan oleh dokter spesialis urologi untuk melakukan perbaikan hipospadia," imbuhnya.
Oleh karena itu, Budi mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah percaya dengan hal-hal yang berbau mitos soal kesehatan, salah satunya adalah dengan tidak menganggap kedua penyakit tersebut sebagai fenomena "sunat jin", dan memeriksakannya ke fasilitas layanan kesehatan terdekat jika mendapatkan gejala serupa.
Baca juga: KemenPPPA edukasi ulama dan pesantren cegah sunat pada perempuan
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Triono Subagyo