Banjarmasin (ANTARA) - Seorang advokat Syamsul Jahidin menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap multitafsir dan berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan pada penegakan hukum.
Syamsul melalui keterangan tertulis di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Kamis, mengatakan pihaknya melayang gugatan terhadap Pasal 16 (1) l dan ayat 2 c UU Nomor 2 Tahun 2002.
Baca juga: Baleg DPR batalkan pembahasan revisi UU TNI dan Polri
“Gugatan tersebut teregister dengan nomor perkara 76/PUU-XXIII/2025,” kata Syamsul.
Syamsul menuturkan sidang perdana di MK dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, pengujian materil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian ini dengan m”Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih berlangsung Kamis ini.
Kepada majelis hakim konstitusi, Syamsul menyampaikan norma Pasal 16 ayat 1 UU huruf i yang berbunyi “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab” bersifat multi-interpretatif.
Hal itu menurut Syamsul, memberi ruang bagi aparat kepolisian melakukan tindakan secara subjektif. Dirinya juga menilai bahwa Pasal 16 ayat (2) UU khususnya huruf c yang berbunyi “harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya” juga mengandung unsur penilaian yang subjektif sehingga berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-sewenang.
Syamsul berpendapat Pasal 16 ayat 1 huruf l telah memberi ruang kepolisian dapat melakukan tindakan di luar prosedur hukum formal dengan dalih bertanggungjawab tanpa parameter objektif.
“Pasal ini memberikan ruang penilaian subjektif tanpa kontrol objektif berpotensi memberikan praktik otoritarianisme, tidak adanya transparansi, serta tindakan koersif yang hanya dibenarkan secara internal oleh institusi kepolisian,” jelas dia.
Baca juga: DPR RI harapkan Polri tindak tegas KKB di Papua dengan UU terorisme
Selain itu, Syamsul dan seorang anggota bhayangkari bernama Ernawati melayangkan gugatan terhadap Pasal 11 (2) UU Nomor 2/2002 yang mengatur tentang usulan pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Keduanya terdaftar sebagai pemohon dalam berkas gugatan dengan Nomor Perkara 78/PUU-XXIII/2025, karena menilai penjelasan Pasal 11 ayat (2) seharusnya dirumuskan pada batang tubuh pasal.
Sosok Ernawati yang turut menjadi pemohon uji materiil Pasal 11 (2) diketahui sempat membuat heboh publik dengan tagar #percumalaporpolisi lewat akun TikToknya.
Ernawati asal Jeneponto, Sulawesi Selatan, sebelumnya merupakan anggota Bhayangkari (istri polisi) yang mencari keadilan atas kematian Kaharuddin Dg Sibali, kakak kandungnya.
Ernawati ditetapkan sebagai tersangka UU ITE setelah aktif menyuarakan di media sosial soal kematian Kahar yang diduga tewas disiksa oknum aparat.
Terkait gugatan uji materiil dua perkara ini, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta pemohon melakukan perbaikan berkas perkara.
Sementara Anwar Usman menilai pemohon seharusnya mengajukan gugatan ke PTUN.
Majelis hakim memberi batas waktu bagi pemohon untuk melakukan perbaikan hingga sidang pada 4 Juni 2025.
Baca juga: Youtuber tidak mendidik serang anak-anak usia dini