New York (ANTARA) - Harga minyak hampir datar dalam perdagangan yang berombak pada akhir transaksi Senin (Selasa pagi WIB), karena Rusia melonggarkan larangan ekspor bahan bakar dan investor mengamati kenaikan suku bunga yang dapat membatasi permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November naik tipis 2 sen menjadi menetap pada 93,29 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November turun 35 sen, menjadi ditutup pada 89,68 dolar AS per barel.
Harga minyak mentah turun pekan lalu setelah kebijakan Federal Reserve yang agresif mengguncang pasar keuangan global dan menimbulkan kekhawatiran bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama, sehingga menghambat permintaan minyak.
Penurunan tersebut mengakhiri reli tiga minggu lebih dari 10 persen setelah Arab Saudi dan Rusia membatasi pasokan dengan memperpanjang pengurangan produksi hingga akhir tahun.
"Pasar mungkin masih bergulat dengan The Fed yang mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama, yang dapat berdampak pada sisi permintaan," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates, dikutip dari Reuters.
Rusia menyetujui perubahan larangan ekspor bahan bakar, mencabut pembatasan bahan bakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk beberapa kapal dan solar dengan kandungan sulfur tinggi, sebuah dokumen pemerintah menunjukkan pada Senin (25/9/2023).
Larangan ekspor semua jenis bensin dan solar berkualitas tinggi, yang diumumkan Kamis lalu (21/9/2023), tetap berlaku.
Pekan lalu, Moskow mengeluarkan larangan sementara ekspor bensin dan solar ke sebagian besar negara untuk menstabilkan pasar domestik, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan rendahnya pasokan produk minyak saat belahan bumi utara memasuki musim dingin.
Yang juga membebani harga minyak adalah indeks dolar AS yang menguat ke level tertinggi sejak November 2022. Penguatan greenback membuat minyak yang dihargakan dalam dolar AS lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga membatasi permintaan.
"Kami tampaknya memiliki sentimen penghindaran risiko (risk-off) karena penguatan dolar," kata analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Di sisi penawaran, jumlah rig minyak yang beroperasi di AS turun delapan menjadi 507 pada minggu lalu – jumlah terendah sejak Februari 2022 – meskipun harga lebih tinggi, menurut laporan mingguan dari Baker Hughes pada Jumat (22/9/2023).
Yang semakin memperparah kendala pasokan, kilang-kilang minyak AS diperkirakan akan memiliki kapasitas offline sekitar 1,7 juta barel per hari untuk pekan yang berakhir 29 September, sehingga mengurangi kapasitas penyulingan yang tersedia sebesar 324.000 barel per hari, kata perusahaan riset IIR Energy pada Senin (25/9/2023).
Kapasitas offline diperkirakan meningkat menjadi 1,9 juta barel per hari pada pekan yang berakhir 6 Oktober, tambah IIR.
Di Iran, sebuah ledakan dilaporkan pada Senin (25/9/2023) di kilang selatan Iran, Bandar Abbas, menurut kantor berita resmi IRNA, menyusul kebocoran gas.
Ekspektasi data ekonomi yang lebih baik pada minggu ini dari China, importir minyak mentah terbesar di dunia, mengangkat sentimen. Namun, para analis mengisyaratkan bahwa harga minyak menghadapi resistensi teknis pada level tertinggi November 2022 yang dicapai minggu lalu.
Sektor manufaktur China diperkirakan akan berkembang pada September, dengan indeks pembelian manufaktur diperkirakan akan naik di atas 50 untuk pertama kalinya sejak Maret, kata analis Goldman Sachs.
Baca juga: Harga minyak naik di sesi Asia dipicu prospek pasokan lebih ketat
Baca juga: Minyak naik di awal Asia, terbatasnya pasokan kembali menjadi fokus
Baca juga: Minyak stabil, kekhawatiran permintaan hadapi larangan ekspor Rusia
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto