Rantau (ANTARA) - Warga Desa Baramban, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan mengungkapkan sumber mata air mereka sudah sejak lama tercemar limbah batu bara, imbas produksi perusahaan pertambangan.
"Sumur dan sungai sudah tak bisa lagi dimanfaatkan, tercemar gara-gara tambang batu bara," ujar Mantan Kepala Desa Baramban (2012-2017) Hasan ditemui ANTARA saat di lokasi penggalian sumur bor di desa setempat, Senin.
Masyarakat tak berkutik, kata Hasan, dulu protes sudah dilayangkan namun tak membuahkan hasil.
"Sudah dirasakan puluhan tahun lalu, di bawah tahun 2010," ujarnya mengingat.
Baca juga: Banjir disertai lumpur cemari rumah hingga sumur warga Tapin
Baca juga: Limbah batu bara di Kalsel masuk ke lahan fungsional pertanian Tapin
Kalau dahulu bisa mendapatkan gratis, sejak 2015 masyarakat harus membayar untuk mendapatkan air. Di tahun itu, kata Hasan, pemasangan PDAM dibiayai oleh perusahaan tambang.
"Dulu pernah dipasangkan gratis, oleh PT Hasnur dan PT AGM," ujarnya.
Kini sekitar 700 KK di Desa Baramban, kata Hasan, harus menanggung akibatnya ditambah harga PDAM melambung tinggi, sampai dua kali lipat sejak 2022.
Kenaikan itu dilalukan oleh PDAM Tapin atas keputusan Bupati Tapin No.188.45/321/KUM/2021 tanggal 31 Desember 2021, melakukan penyesuaian tarif air yang diberlakukan pada pemakaian air bulan Februari 2022.
Harga sekarang, misalnya untuk kelompok rumah tangga selain rumah tangga MBR, pemakaian air 1 – 10 kubik dikenakan tarif Rp 7.100 yang merupakan harga pokok produksi, pemakaian air 11 – 20 kubik dikenakan tarif Rp.8.000 dan pemakaian di atas 20 kubik ke atas tarifnya sebesar Rp9.500 yang merupakan tarif penuh.
Baca juga: Garagara limbah batu bara, perusahaan tambang diadukan warga ke DPRD Tapin
Baca juga: DLH Tapin belum bisa pastikan penyebab tanah bergerak yang hancurkan lahan pertanian
Imbas melambung harga air, warga meminta bantuan kepada perusahaan tambang batu bara membuatkan sumur bor untuk keperluan hajat hidup orang banyak.
Namun, kata Hasan, setahun ini proses pengeboran masih belum selesai dan belum mendapatkan air di kedalaman 100 meter lebih.
"Targetnya, pengeboran sampai 250 meter. Iya, sampai mendapatkan mata air," ujarnya.
Terkait sumur dan sungai di jalur kawasan karst yang tak bisa dimanfaatkan lagi itu, kata Hasan, kondisi air sudah serupa kopi dan membuat badan gatal.
"Kalau cari kopi tinggal bawa gula, di Desa Baramban gratis," ujarnya menggambarkan kondisi sungai.
Baca juga: Buntut laka lantas di jalur angkutan batu bara PT AGM
Dikepung tambang
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan menyebut kehadiran pertambangan membuat Desa Baramban menjadi daerah yang rentan krisis air bersih.
"Selain dikelilingi kawasan hutan dan bagian dari program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial (PS) dari negara, Baramban merupakan wilayah bentang alam karst yang sangat terancam," ujar Staf Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel Jefry Raharja dikonfirmasi ANTARA.
Diperiksa sementara ini, kata Jefry, setidaknya ada enam konsesi izin pertambangan batu bara mengepung wilayah Baramban.
"Hal itu mungkin kemudian yang berpengaruh terhadap penurunan muka tanah," ujarnya.
Jika di pulau Jawa berkurangnya air tanah diakibatkan eksploitasi air di sektor pariwisata (perhotelan).
Lanjut Jefry, di Kalsel bisa saja disebabkan oleh open pit tambang yang begitu luas sehingga mempengaruhi kualitas dan mengurangi cadangan air tanah.
"Kita ketahui bersama fungsi karst yang sangat besar sebagai penyimpanan air, apa jadinya jika sumber air tersebut berubah jadi lubang-lubang tambang," ungkapnya.
"Ini yang kami sebut bukan hanya efek domino, tapi efek butterfly dari apa yang kita lakukan dulu berdampak pada kondisi ekologi sekarang," sambung Jefry.
Baca juga: Ketua DPRD Tapin minta PT AGM disiplinkan jalan angkutan batu bara
Baca juga: Walhi Kalsel soroti peristiwa tanah bergerak di Tapin