Kandangan (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Selatan (HSS) menyelesaikan kasus penganiayaan atas nama tersangka FM tersangka pasal 351 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melalui keadilan restorative justice.
Restorative Justice berarti penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana dan secara bersama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut,
Kepala Kejari (Kajari) HSS, Agus Rujito, di Kandangan, Senin (21/2), mengatakan penyelesaian kasus dengan cara tersebut, telah mendapatkan persetujuan permohonan penghentian berdasarkan restorative justice perkara pidana oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Fadil Zumhana, pada Jum'at (18/2) lalu.
Baca juga: Kejari HSS siap sukseskan tujuh program prioritas kejaksaan 2022
"Sebelum permohonan penghentian berdasarkan keadilan restorative ini difasilitasi prosesnya oleh Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejari HSS, Jaksa Prihanida," katanya, saat memberikan keterangan.
Dijelaskan dia, Kejari HSS akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan restorative justice sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung, Nomor 15 Tahun 2020. tentang penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice.
Peristiwa tersebut berawal saat tersangka meminjam uang kepada ibunya sebesar Rp80 ribu untuk modal memulung bersama istrinya.
Namun ibu tersangka belum bisa memberi, sehingga membuat tersangka marah dan berteriak-teriak di halaman rumah tersangka.
Kemarahan tersangka tersebut didengar oleh tetangga yang berusaha untuk mengamankan.
"Para korban berusaha mengamankan tersangka dari arah belakang, dan tersangka terkejut dan secara spontan memukul linggis kecil ke arah belakang," katanya.
Baca juga: Vaksinasi ketiga Kejari HSS dukung program pemerintah wujudkan herd immunity
Akibat tindakan tersangka mengakibatkan tangan saksi korban pertama tergores, saksi korban kedua berusaha mendekap tersangka dari arah depan dan mengalami luka gores pada dada depan terkena besi alat memulung tersangka, kemudian datang anggota polsek mengamankan tersangka.
Adapun untuk alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana atau belum pernah dihukum, ancaman pidana penjara paling lama dua tahun dan delapan bulan.
Nilai kerugian yang timbul tidak lebih dari Rp2,5 juta, serta luka para korban adalah luka ringan sehingga tidak memerlukan perawatan secara intensif di rumah sakit. Telah dilakukan perdamaian dengan para korban dengan disaksikan para tokoh masyarakat setempat.