Banjarmasin (ANTARA) - Direktur Utama Dirut PT Antang Gunung Meratus (AGM) Widada mengkhawatirkan terhambatnya pasokan batu bara dari perusahaannya berpengaruh terhadap operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di pulau Jawa.
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk kegiatan angkutan batu bara, tetap berjalan dengan baik," ujarnya di Banjarmasin, Selasa (4/1/22) sore.
Keberadaan Dirut bersama Komisaris Utama dan beberapa direksi perusahaan pertambangan batu bara itu Banjarmasi memenuhi undangan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) guna mediasi dengan pihak PT Tapin Coal Terminal (TCT).
Kedua perusahaan tergolong "raksasa" itu sama-sama bergerak dalam usaha pertambangan batu bara di wilayah Kabupaten Tapin atau daerah hulu sungai Kalsel - provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut.
Sementara atas pengaduan TCT, Ditkrimum Polda Kalsel melakukan "police line" pada km101 Tapin sehingga kegiatan angkutan batu bara dari AGM sekitar sebulan belakangan ini tidak bisa beraktivitas dan menimbulkan masalah bagi para sopir pengangkut "emas hitam" itu.
Police Line pada "Hauling" (jalan tambang) km101 Tapin itu karena belakangan ketidakakuran TCT selaku pembeli terakhir PT ATP yang vailid dengan AGM. Sebelumnya sejak Tahun 2010 terjadi kerja sama yang baik dengan pinjaman pakai lahan antara AGM dengan pemilik pertama jalan tambang tersebut.
Namun AGM akan mengurus izin/dispensasi untuk menyeberangkan angkutan batu bara melintas di jalan negara buat sementara waktu penyelesaian pembuatan jalan tambang khusus perusahaan pertambangannya.
"Usaha mendapatkan dispensasi melintas sementara di jalan negara tersebut sebagai salah satu upaya kelancaran pasokan batu bara buat PLTU di Jawa yang merupakan bagian dari kepentingan nasional," ujar Widada.
Mediasi yang dipimpin Ketua DPRD Kalsel H Supian HK yang berlangsung Selasa (4/1/22) pukul 13.00 - 17.00 tak membuahkan hasil maksimal itu karena dari TCT yang hadir bukan pengambil keputusan, sedangkan AGM lengkap terdiri dari Dirut, Komisaris Utama dan beberapa direksi.
Padahal, baik dalam surat DPRD Kalsel (secara kelembagaan) meminta pihak-pihak yang berselisih paham menghadirkan orang yang bisa mengambil keputusan.
Bahkan saat pertemuan dengan pengunjukrasa yang menuntut pembukaan police line agar kedua perusahaan raksasa di Tapin itu berdamai, Ketua Dewan Kalsel bilang investor boleh hadir di provinsinya, tapi juga harus menyejahterakan masyarakat setempat.
Pertemuan yang tak membuahkan hasil maksimal itu membuat para perwakilan angkutan batu bara tersebut kecewa dan menimbulkan berbagai ocehan terhadap dewan dan TCT, yang mereka anggap tak ingin damai mau mengutamakan kepentingan sendiri daripada rakyat banyak.