Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina menemukan sejumlah penerima bantuan sosial (bansos) yang mengalami kesulitan dalam mencairkan dana akibat persoalan malaadministrasi.
“Kejadian ini telah ada sejak 2018, bahkan pada 2023 ada 16 ribu penerima yang bermasalah. Bukan karena judol, melainkan ketidaksesuaian antara DTSEN atau KK KTP dengan KYC (Know Your Customer) di perbankan,” kata Selly, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Kasus seperti itu diketahui Selly usai bertemu dengan ribuan warga penerima bansos di kawasan Cirebon dan Indramayu, di sela-sela kunjungannya ke Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat VIII.
Sebagai contoh, kata Selly, terdapat penerima bansos bernama Darsinih. Nama tersebut tertera dalam KTP dan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Sementara, dalam tahapan KYC, namanya tidak menggunakan huruf H, yakni Darsini. Meskipun NIK, alamat, dan orang tua dari Darsinih sama, ia tetap tidak bisa mencairkan dana bansos.
Baca juga: Komisi VIII DPR: Data penerima bantuan sosial harus 'clear'
“Tentunya berakibat pada terakumulasinya bantuan sosial. Ketidaksesuaian data ini sering terjadi ketika perpaduan data dilaksanakan antara lembaga, baik antara DTSEN dan adminduk, maupun dengan KYC perbankan,” ujar Selly.
Menurut dia, walaupun ada upaya-upaya mengadvokasi masalah itu dari pekerja sosial, hal tersebut tidak lantas membuat penyaluran bisa dilakukan.
Oleh karena itu, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Cirebon itu meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyelidiki dan merinci masalah tersebut sehingga dapat diketahui pihak yang diuntungkan atau dirugikan karena malaadministrasi.
“Berapa tahun uang itu mengendap di perbankan, adakah pembiaran, apakah ada indikasi pembiaran laporan dari petugas lapangan, dan seterusnya,” kata dia.
Baca juga: Komisi VIII DPR minta Mensos pastikan penyaluran bansos tepat sasaran
Selly juga menyoroti persoalan potensi kemunculan stigma negatif terkait dengan keterkaitan antara penerima bansos dan judi online (judol).
Sebelumnya, diketahui PPATK dan Kementerian Sosial (Kemensos) telah merilis bahwa lebih dari 10 juta penerima dengan nilai Rp2 triliun disinyalir terafiliasi dengan judol atau menggunakan rekening bansos untuk memainkan judol.
Sebagai komitmen Ketua DPR RI Puan Maharani yang menegaskan membantu masyarakat kecil, Selly yang merupakan anggota Fraksi PDI Perjuangan meminta Kemensos dan PPATK segera membuka data lebih jauh. Dengan demikian, menurut dia, langkah itu tidak akan memberikan stigma negatif kepada penerima yang notabene adalah masyarakat prasejahtera.
Selly menilai pernyataan yang dilontarkan Kemensos dan PPATK tanpa data yang lebih lanjut menimbulkan framing negatif kepada penerima bansos. Sejalan dengan itu, ia menyarankan PPATK untuk menganalisis atau mengaudit endapan uang bansos di perbankan.
Baca juga: Anggota DPR sebut penyaluran bansos harus merata dan tepat sasaran
“Kecenderungan ini yang kemudian bisa kita analisis. Apakah SPM (surat perintah membayar) antara perbankan berbeda atau memang ada agenda setting lain yang mengarah pada tindakan pidana,” kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DPR temukan penerima bansos sulit cairkan dana akibat malaadministrasi