Rantau (ANTARA) - Nama Posko Meratus di Desa Alat, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan mulai banyak dikenal khalayak ramai sejak pascabanjir bandang awal Tahun 2021 lalu.
Waktu itu, posko yang diawaki oleh penduduk setempat, spontan didirkan karena prihatin kepada masyarakat pedalaman yang terdampak banjir dan terisolir karena longsor yang menutup mobilitas.
Banjir Januari 2021 lalu itu, memprorak porandakan hulu hingga hilir kabupaten bertajuk Murakarta. Informasi terkait nasib korban banjir di wilayah pegunungan waktu itu sangat minim, Posko Meratus mengambil peran untuk fokus memantau, menginformasikan, mengumpulkan bantuan dan menyuplai.
Tidak sedikit masyarakat yang terbantu atas kehadiran Posko Meratus yang saat itu juga menjadi salah satu basecamp komunitas sosial dari berbagai nama dan daerah.
Hampir setahun berdiri, pascabanjir bandang itu, Posko Meratus yang dipimpin oleh Kasman Susanto, masih aktif. Kegitan seperti mitigasi bencana turut diikuti mereka.
Kelompok yang dibina oleh Sumiati (67) seorang aktivis bahari itu, kini, juga menyasar ke pengembangan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.
Alam dan budaya yang eksotis, mulai digagas untuk dijadikan pariwisata. Tepatnya, di wilayah pedalaman, tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Kopi yang saat ini lagi tren pun mulai direncanakan ditanam di kawasan masyarakat adat. Sementara, jangkauan mereka menyasar ke wilayah desa terujung di Kecamatan Hantakan.
Posko Meratus itu sekarang, kerap menjadi salah satu pusat informasi terkait kebencanaan dan memantau aktivitas penebangan liar di kawasan hutan adat sekaligus hutan lindung.
Rumah milik anak Sumiati yang dijadikan basecamp itu, selalu terbuka untuk para aktivis, baik dari organisasi sosial atau lingkungan.