Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan siap mendukung pencegahan pernikahan dini dengan program wajib belajar 12 tahun untuk seluruh sekolah pada 13 kabupaten dan kota di daerah ini.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan, Ngadimun di Banjarmasin, Kamis mengatakan, melalui wajib belajar 12 tahun secara otomatis masyarakat akan menunda pernikahan putra-putrinya hingga selesai sekolah.
Sebagaimana diketahui, tingkat pernikahan dini di Kalimantan Selatan hingga kini masih tertinggi nasional, dengan angka perbandingan 51/1.000 penduduk atau jauh diatas angka nasional yang telah turun menjadi 40/1.000 penduduk.
Sedangkan angka melahirkan dini, Kalsel menduduki urutan ke dua, dengan angka kelahiran dini 53/1.000 penduduk.
Kondisi tersebut menuai keprihatinan seluruh pihak, karena tingginya angka pernikahan dini, juga berpengaruh pada tingginya tingkat perceraian, karena belum siap untuk menyeleasikan berbagai persoalan rumah tangga yang ditimbulkan akibat pernikahan yang belum waktunya.
Selain menggenjot pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun, dinas pendidikan juga siap memasukkan berbagai program tentang keluarga berencana dengan menyisipkan pada mata pelajaran sekolah.
"Berbagai program keluarga berencana, antara lain tentang pernikahan dini, bisa dimasukkan dalam materi kependudukan yang masuk dalam kurikulum IPS," kata Ngadimun yang kini juag sebagi Penjabat Bupati Hulu Sungai Tengah.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Selatan Endang Moerniati mengatakan, masih tingginya angka pernikahan dini tersebut, antara lain dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan masih banyaknya pasangan suami istri yang memiliki anak hingga empat orang lebih.
"Bahkan masih ada kabupaten yang rata-rata pernikahan dininya mencapai 85/1.000 penduduk. Jumlah tersebut dinilai masih sangat tinggi," katanya.
Berdasarkan hasil riset kesehatan daerah yang terakhir, kata dia, Kabupaten Tanah Bumbu merupakan daerah yang paling tinggi jumlah pernikahan dininya, menggeser Kabupaten Hulu Sungai Utara, yang berdasarkan Riskesdes 2011 daerah tertinggi pernikahan dininya.
Berbagai upaya untuk mengatasi pernikahan dini tersebut, kata Endang, antara lain dengan kembali mensosialisasikan program keluarga berencana (KB) yaitu dua anak cukup, sehingga orangtua lebih mudah mengarahkan dan membimbing anaknya untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya.
"Karena banyak anak, tidak sedikit orangtua akhirnya memilih menikahkan anaknya dengan cepat, untuk segera melepas tanggungjawab," katanya.