New York (ANTARA) - Harga minyak anjlok pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), memperpanjang kerugian pekan lalu karena kasus virus corona terus melonjak di Amerika Serikat dan Eropa, sementara rebound produksi minyak mentah Libya menimbulkan kekhawatiran kelebihan pasokan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember tergelincir 1,31 dolar AS atau 3,1 persen, menjadi menetap pada 40,46 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) terpuruk 1,29 dolar AS atau 3,2 persen, menjadi ditutup 38,56 dolar AS per barel. Kedua kontrak tersebut turun hampir 2,5 persen dari minggu lalu.
Amerika Serikat melaporkan jumlah tertinggi infeksi baru virus corona dalam dua hari hingga Sabtu (24/10), sementara di Prancis kasus baru mencapai rekor lebih dari 50.000 pada Minggu (25/10). Italia dan Spanyol memberlakukan pembatasan baru untuk mengekang virus.
Baca juga: Minyak tertekan kekhawatiran kebangkitan COVID-19
“Ini adalah Senin yang gelap di pasar minyak,” kata Bjornar Tonhaugen, kepala pasar minyak di Rystad Energy. “Kami telah lama memperingatkan bahwa 'gelombang kedua' dari langkah-langkah pembatasan virus corona yang ketat dapat diberlakukan kembali, dan itu sekarang terjadi secara nyata.”
National Oil Corp (NOC) Libya pada Senin (26/10) mengakhiri keadaan force majeure pada fasilitas yang tersisa yang ditutup oleh blokade ekspor minyak selama delapan bulan oleh pasukan timur.
NOC mengatakan pada Jumat (23/10) bahwa produksi Libya akan mencapai satu juta barel per hari (bph) dalam beberapa minggu mendatang, peningkatan yang lebih cepat dari yang diperkirakan banyak analis. Hal itu dapat mempersulit upaya Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak untuk membatasi pasokan guna mengatasi permintaan yang lesu.
Sekretaris Jenderal OPEC mengatakan pemulihan pasar minyak mungkin memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan karena inflasi virus corona meningkat di seluruh dunia.
Baca juga: Minyak merosot saat "lockdown" tingkatkan kekhawatiran permintaan
OPEC+, kelompok produsen dan sekutunya termasuk Rusia, akan meningkatkan produksi sebesar dua juta barel per hari pada Januari 2021 setelah rekor pemotongan produksi awal tahun ini.
“OPEC+ tidak boleh ceroboh dan harus mengatasi masalah barel tambahan yang muncul di pasar, jika tidak, hari-hari harga minyak yang relatif stabil akan terus menurun,” kata pialang minyak PVM Tamas Varga.
Sementara itu, sektor energi Gulf Coast AS bersiap menghadapi badai lain. Produsen minyak pada Senin (26/10) menghentikan produksi lepas pantai di Teluk Meksiko karena angin topan musim ini yang ke-27 menguat dan tampaknya mengancam Amerika Serikat sebagai badai.
Minyak anjlok ketika infeksi virus melonjak dengan produksi Libya "rebound"
Selasa, 27 Oktober 2020 8:37 WIB