Banjarmasin (ANTARA) - Perum Bulog Kalimantan Selatan menargetkan bisa menyerap gabah petani hingga 28.200 ton pada 2019 atau naik dibanding 2018 yang hanya sekitar 22 ribu ton.
Kepala Divisi Regional Bulog Kalimantan Selatan Akhmad Kholison di Banjarmasin, mengatakan, dari target penyerapan tersebut, hingga kini Bulog baru mampu menyerap sekitar 3.500 ton.
"Hingga saat ini, serapan gabah Bulog masih jauh dari target, namun kami optimistis pada Juli dan Agustus 2019, jumlah tersebut akan naik signifikan," katanya.
Menurut Kholison, pada Juli dan Agustus, petani di Kalsel akan melakukan panen raya atau panen padi lokal secara serentak.
Baca juga: 2019 Bulog Kalsel bangun 1.000 RPK
Sehingga, tambah dia, produksi gabah akan bertambah cukup banyak, dalam waktu yang hampir bersamaan.
Kondisi tersebut berbeda dengan musim panen bulan-bulan sebelumnya, yang tidak serentak , sesuai dengan musim panen masing-masing daerah.
"Kalau bulan-bulan sebelumnya, panennya hanya sedikit dan tidak bersamaan, sementara yang menyerap padi tersebut cukup banyak," katanya.
Hal itu membuat harga gabah petani cenderung stabil dengan harga tinggi, antara Rp9.000 hingga Rp10.000 per kilogram.
Sehingga, di lapangan harga Bulog kalah bersaing dengan pembeli beras dari swasta.
Baca juga: Bulog/BI Kalsel kerja sama kendalikan inflasi
Mengantisipasi kekurangan serapan tersebut, Bulog membeli beras dengan skema komersial atau sesuai harga pasar, untuk beras premium.
"Kalau harga untuk skema komersial tidak ada aturan baku dari pemerintah, asalkan masih dibawah Rp12.600 per kilogram," katanya.
Beras kualitas premium tersebut, dimanfaatkan untuk melayani Rumah Pangan Kita (RPK) yang merupakan toko untuk melayani penerima Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
Hasilnya, dari 3.500 ton serapan Bulog tersebut, gabah tersebut, 85 persen adalah beras lokal premium. "Kalau beras lokal jauh lebih mahal dibanding dengan beras standar Bulog seperti Ciherang dan lainnya," katanya.
Baca juga: Mentan meminta Bulog serap produksi cabai petani