Barabai (ANTARA) - Warga di pinggiran Sungai Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) mengaku hanya bisa pasrah dengan pembongkaran jamban-jamban apung yang telah lama digunakannya untuk keperluan Mandi Cuci Kakus (MCK) setiap hari.
Pasalnya, Pemerintah Kabupaten HST bersama dengan tim gabungan, Jum'at (3/5) melakukan pembongkaran jamban apung dengan alasan, Buang Air Besar (BAB) di sungai bisa mengakibatkan sumber berbagai macam penyakit, jika air sungainya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Warga yang tinggal di kawasan Jalan Perintis Kemerdekaan Barabai, Siti Aisyah mengaku, jamban apung sudah menjadi fasilitas yang tak bisa dipisahkan dalam aktivitas sehari-hari. Seperti ketika ingin mencuci.
Menurutnya, jika menggunakan air ledeng untuk mencuci, tagihan perbulan dirasa akan sangat mahal.
Di rumahnya, air ledeng hanya digunakan untuk mandi dan memasak saja. Sedangkan untuk mencuci, ia lebih memilih ke jamban untuk penghematan.
Dia mengungkapkan, untuk keperluan mandi dan memasak saja, harus merogoh kocek Rp150 ribu per bulannya bayar ke PDAM.
Di atas aliran sungai Barabai, sedikitnya ada lebih dari delapan jamban apung yang letaknya berada persis di tengah kota.
Warga kota Barabai lainnya, Aman, yang tinggal di kawasan tersebut juga mengaku, kerap kali menggunakan jamban apung untuk keperluan MCK.
Pasca mendengar kabar jamban apung bakal dibongkar, Dia pun hanya bisa pasrah dengan keputusan yang dibuat pemerintah itu.
Diterangkannya, masing-masing rumah warga memang sudah punya toilet. Namun rata-rata, masih banyak yang suka memakai jamban apung.
Tidak hanya orang tua, anak-anak juga. Mungkin sudah menjadi kebiasaan. Tapi dikatakannya mau bagaimana lagi. Menolak untuk dibongkar pun juga tidak mungkin.
Aman menambahkan, bahwa pembuatan jamban apung membutuhkan banyak biaya. Untuk satu unitnya saja, bisa menghabiskan dana sebesar Rp1,5 juta.
"Kebanyakan warga, melakukan urunan untuk membuat jamban apung," ujarnya.
Jamban apung yang umumnya digunakan oleh masyarakat di pinggir Sungai Barabai, memang mendapat perhatian serius oleh Pemkab HST.
Sementara itu, rencana pembongkaran seluruh jamban apung sebenarnya sudah bukan rencana baru yang diinginkan pemerintah.
Beberapa tahun silam, rencana itu sudah bergulir. Namun pelaksanaannya selalu tertunda, karena belum menemukan solusi dan waktu yang pas.
Terkait hal tersebut, Kepala Dinas LH dan Perhubungan Kabupaten HST, Muhammad Yani menjelaskan, bahwa pembokaran yang dilakukan pada tahap pertama ini di kawasan Siring Taman Juwita, hingga ke Jembatan Sulaha.
Hal itu dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat, termasuk Ketua RT serta pihak lainnya.
Kemudian perlu diketahui juga bahwa yang dibongkar, hanya bagian jambannya. Tidak termasuk lantingnya karena masyarakat masih ingin menggunakannya untuk mencuci.
Ada pun yang menjadi alasan mengapa jamban apung harus dibongkar, M Yani, juga menjelaskan, bahwa ada banyak bakteri ekoli yang tiap harinya dihasilkan dari hasil kotoran yang dibuang ke sungai.
Apabila menggunakan jamban apung. Tentunya, bisa mengakibatkan sumber penyakit seperti kolera dan disentri.
Untuk menghindari hal itu, Pemerintah Kabupaten HST, melalui Satker dan Pokja Sanitasi HST yang di dalamnya tergabung berbagai dinas terkait.
Seperti Dinas PUPR, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Dinas LH dan Perhubungan, Bapellitbangda, Dinkes, serta Polri dan TNI, berupaya membantu dengan melalukan program pembangunan.
"Saat ini, Pemkab HST, sudah menyediakan pembangunan berupa safety tank komunal, perbaikan sanitasi serta drainase. Jadi bagi warga yang membuat toilet di kediamannya, untuk pembuangan disalurkan ke safety tank komunal yang dibangun," kata Kepala Dinas PUPR HST, Ahmad Zaid.
Dia menambahkan, ke depan, jumlah pembangunan juga bakal ditambah seiring dengan keinginan pemerintah untuk membebaskan HST dari jamban apung.
Saat itu dilakukan tahap pertama pengangkatan jamban. Tahap kedua nantinya akan dilakukan lagi pembongkaran sebanyak 1.245 jamban apung di sungai Barabai hingga Batang Alai.
Bupati HST H A Chairansyah mengungkapkan, Tahun 2019 ini diharapkan seluruh jamban apung di sungai sudah dapat diangakat.
Agar masyarakat HST dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat di rumah tangga, mampu mempraktikkan dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
"Untuk itu, kita berusaha bersama-sama mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaan masyarakat BAB di jamban apung agar sumber air baku kita tetap sehat," katanya.