Industri tajau atau tempayan air di Kalimantan Selatan tidak terpengaruh oleh serbuan beraneka ragam tempat air plastik yang dibuat oleh pabrik atau industri besar bahkan oleh serbuan barang impor.
Seorang pembuat tajau di Kampung Tajau Kuin Banjarmasin Kalimantan Selatan Mayasin di Banjarmasin Selasa mengatakan, hingga kini industri yang dia geluti secara turun temurun tersebut masih banjir order.
Bahkan kata dia, tidak jarang mereka harus menolak pesananan dari para pembeli karena tidak mampu melayani pembuatan tajau dalam waktu cepat.
Menurut dia, tidak sedikit warga Banjarmasin terutama yang tinggal dipinggiran sungai Barito masih memilih untuk memanfaatkan tajau yang berfungsi sebagai penyimpan air untuk kebutuhan masak.
"Pelanggan banyak yang tidak terpengaruh dengan masuknya gentong air produksi pabrik atau impor dan memilih tetap menggunakan tajau walaupun harganya relatif mahal," katanya.
Hal tersebut terjadi, kata dia, karena tajau selain berfungsi untuk menyimpan air juga sekaligus mampu menjernihkan air yang sebelumnya terasa payau.
Tajau yang dibuat dengan pasir dan semen tersebut dijual dengan harga yang cukup bervariasi antara Rp25 ribu sampai Rp150 ribu per tajau tergantung besar kecilnya ukuran.
Dalam satu hari, Mayasin mampu memproduksi tidak kurang dari delapan tajau yang dibuat dengan bahan baku satu sak semen.
Menurut dia, pembuatan tajau atau gentong air, telah menjadi salah satu tumpuan hidup warga Kampung Tajau di daerahnya, karena sebagian warga menggantungkan hidup dari pekerjaan tersebut.
Sayangnya, para perajin tajau tersebut hingga kini masih mempertahankan model lama, tanpa diberikan sentuhan-sentuhan seni yang mampu membuat tajau tersebut lebih indah dan bernilai tinggi.
Bahkan, tajau-tajau tersebut, sangat tidak mungkin bisa menjadi oleh-oleh bagi para turis yang datang berkunjung ke Kalsel atau ke Pasar Terapung yang dermaganya juga tidak jauh dari pusat industri pembuatan tajau tersebut.
"Seandainya para perajin bisa membuat industri tajau dengan ukuran kecil dan diberikan lukisan khas Kalsel, mungkin akan bisa digunakan sebagai oleh-oleh bagi pendatang," kata satu warga.
Menurut Mayasin, hingga kini pihaknya belum mendapatkan bimbingan atau pembinaan untuk meningkatkan kualitas maupun permodalan.
"Saya sudah 15 belas tahun menekuni pekerjaan ini dan Al hamdulilah semuannya berjalan lancar, pesanan masih cukup banyak," katanya./B/D