Barabai, (Antaranews Kalsel) - Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) serentak Tahun 2019, Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 Agustus 2017 sudah mensahkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang terdiri dari 573 pasal dan penjelasan serta 4 lampiran.
Ada beberapa kebijakan krusial baik terkait penyelenggaran Pemilu maupun rekayasa pemilihan wakil rakyat yang diserentakkan dengan pemilihan Presiden yang berbarengan pada tanggal 17 April 2019 mendatang.
Pada UU itu ditetapkan bahwa penyelenggara Pemilu terutama Komisioner KPU tingkat kabupaten/kota dan penyelenggara ditingkat Kecamatan yaitu PPK cuma bertiga yang sebelumnya berlima.
Pada Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c, jumlah anggota KPU kabupaten/kota ditentukan berdasarkan rumus jumlah penduduk ditambah hasil perkalian antara luas wilayah dengan jumlah kecamatan dengan rumas Jumlah anggota = Jumlah penduduk + (luas wilayah x jumlah kecamatan).
Bila hasil menunjukkan angka 500 ribu atau lebih dari 500 ribu, maka jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota adalah lima orang, namun jika hasilnya kurang dari 500 ribu, maka jumlah anggota KPU Kabupaten/Kota adalah tiga orang.
Sebagai contoh, KPU Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), jumlah penduduk sesuai data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten HST Tahun 2017 sebanyak 266.501 jiwa dan luas wilayah 1.472 km² serta jumlah kecamatan 11. Operasional matematikanya yakni 266.501 + (1.472 x 11) = 266.501 + 16.225 = 282.726. Maka, jumlah anggota KPU Kabupaten HST adalah bertiga.
Contoh lain, KPU Kabupaten Banjar, sesuai data Disdukcapil Kabupaten Banjar Tahun 2017 jumlah penduduk sebanyak 542.204, luas wilayah 4.668 km² dan jumlah Kecamatan 20. Penjumlahannya yaitu 542.204 + (4.668 x 20) = 542.204 + 93.360 = 635.564. Maka jumlah anggota KPU Kabupaten Banjar adalah berlima.
Dengan formula rumus tersebut jumlah penduduk merupakan faktor penentu utama. Luas wilayah dan topografi tidak begitu diperhitungkan, terutama untuk konteks luar Pulau Jawa.
Melihat hitung-hitungan tersebut memang akan terasa berat dan juga mempengaruhi efektivitas kerja penyelenggara pemilu terutama bagi komisioner KPU di luar Pulau Jawa, jika hanya bertiga,
pertimbangannya adalah kesulitan dalam pembagian divisi kerja dan kondisi geografis yang cukup berat khususnya Kabupaten yang ada di Kalimantan yang sebagian besar merupakan Daerah pegunangan.
Perubahan-perubahan ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara dalam mensukseskan pelaksanaan pemilu serentak pertama kalinya pada 2019 mendatang karena mau tidak mau dan suka tidak suka UU tersebut telah disahkan oleh Presiden dan trio KPU yang terpilih nantinya wajib siap dengan segala tantangan.
Oleh sebab itu diperlukan komisioner KPU yang handal, enerjik serta mempunyai kealian yang sudah berpengalaman dari tingkatan paling bawah misalnya pernah aktif mengurus organisasi massa dan penanganan massa, menguasai IT yang mempuni, mempunyai pengalaman sebagai penyelenggara Pemilu dari tingkat Desa, Kecamatan bahkan Kabupaten serta sudah hafal wilayah kerjanya dengan jaringan yang dimilikinya, memahami sistem ketatanegaraan serta kepartaian.
Ketua KPU RI Arief Budiman juga pernah mengatakan bahwa KPU berusaha memenuhi harapan publik akan penyelenggara pemilu daerah yang profesional, netral, dan berintegritas, untuk mewujudkan itu KPU membuat regulasi mengenai mekanisme, proses, dan tata cara rekrutmen yang cukup ketat.
Penyelenggara pemilu kata Arief mesti memiliki pemahaman mengenai sistem pemilu, manajemen pemilu, mampu bekerja secara transparan dalam sebuah tim kerja yang solid, memiliki pengalaman kepemiluan, dan memiliki fisik yang sehat. Calon yang memiliki karya intelektual terkait pemilu, seperti pernah menulis buku pemilu atau berkutat pada kajian kepemiluan akan lebih diutamakan.
"Memang jadi anggota KPU itu nyaris harus sempurna karena kerjaannya banyak dan berat, nanti calon anggota KPU daerah akan kami publikasikan profilnya agar masyarakat bisa memberikan tanggapan," kata Arief.
Tahun 2018 ini, beban penyelenggara pemilu juga tidak ringan, pada 27 Juni 2018 sebanyak 171 daerah se Indonesia akan menyelenggarakan pilkada serentak, saat bersamaan, sebagian tahapan pemilu legislatif dan pemilu presiden 17 April 2019 juga akan berlangsung pada 2018, untuk kabupaten di Kalsel yang akan menyelenggarakan Pilkada tahun 2018 nanti adalah Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Selatan (HSS), Tapin, dan Tanah Laut.
Sebagian tahapan di dua jenis pemilihan itu akan berdekatan, seperti penyusunan daftar pemilih tetap, penyiapan logistik, dan pembentukan badan adhock. Bagi KPU pilkada serentak 2018 bukan hanya perhelatan elektoral "sampingan" yang bisa disepelekan karena implikasinya luas. Ini bukan hanya terkait dengan aura pemanasan politik menjelang Pemilu 2019, melainkan juga karena besarnya pilkada ini.
Pilkada serentak 2018 juga melibatkan jumlah pemilih terbesar dari tiga gelombang pilkada itu, yakni bisa mencapai 160 juta pemilih se Indonesia. Sementara pilkada serentak 2015 ada 97,4 juta pemilih dan pilkada serentak 2017 ada 41,2 juta pemilih.
Jumlah pemilih pada pilkada serentak 2018 tak terpaut jauh dari pemilih Pemilu 2019 yang diprediksi mencapai 197 juta orang se Indonesia. Pemilu 2019 akan membawa desain elektoral Indonesia, yang sudah disebut sebagai pemilu terbesar dan terkompleks di dunia ke level yang lebih tinggi.
Kompleksitas ini membuat kelembagaan menjadi titik kunci penyelenggara pilkada serentak 2018 karena dua hal, yaitu yang pertama, kelembagaan yang kuat akan membuat aparatur penyelenggara pemilu lebih siap menghadapi desain pemilu kompleks, rumit, dan melibatkan banyak orang.
Kedua, pada sisi kelembagaan, KPU juga menghadapi tantangan besar yaitu dari 171 daerah penyelenggara pilkada serentak 2018, ada 106 kabupaten dan kota yang akan menyiapkan tiga jenis pemilihan pada saat bersamaan, yakni pemilihan gubernur, pemilihan bupati/wali kota dan Pemilu 2019.
Hal ini berarti beban KPU kabupaten/kota dan Panwaslu di daerah akan jauh lebih besar dibandingkan dengan daerah lain, tidak hanya itu sebagian besar masa jabatan anggota KPU di kabupaten/kota serta provinsi juga akan berakhir pada 2018 ini.
Dari 548 satuan kerja KPU di provinsi dan kabupaten atau kota, 326 satuan kerja di antaranya akan berakhir masa tugasnya antara Mei dan Desember 2018. Tidak hanya itu, 116 satuan kerja juga akan berakhir masa tugasnya pada Juni, bulan penyelenggaraan pilkada serentak 2018. Di beberapa kabupaten/kota, masa tugas anggota KPU akan berakhir tepat pada hari pemungutan suara atau sehari sebelumnya.
Bagi KPU, soal kelembagaan ini menjadi tantangan ekstra karena ada peraturan baru pada UU No 7 Tahun 2017. Pada Pemilu 2019, rekapitulasi suara didesain melompati kelurahan atau desa yang berarti hasil penghitungan di tingkat TPS akan direkapitulasi di kecamatan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), hal ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi manipulasi suara di tingkat kelurahan atau desa, namun dalam Pasal 52 UU No 7 Tahun 2017, jumlah PPK diatur hanya 3 orang.
Sebelumnya, pada Pasal 41 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, jumlah PPK diatur 5 orang, dengan kata lain saat beban tugas PPK bertambah karena rekapitulasi langsung ke kecamatan serta karena ada penambahan kotak suara yang harus dihitung, undang-undang malah mengurangi jumlah petugas.
Selain itu tim seleksi yang telah dibentuk oleh KPU RI juga memilki tanggungjawab yang besar guna melahirkan komisioner yang memang benar-benar berkualitas.
Tertanggal 18 Januari 2018 Ketua KPU RI Arief Budiman mengeluarkan SK nomor 61/PP.05-SD/05/SJ/I/2018 tentang Penetapan Keanggotaan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi Kalsel Periode 2018-2023 dengan komposisi para akademisi ULM dan UIN Antasari yaitu DR Sukarni (Wakil Rektor UIN Antasari), DR H Harpani Matnuh MH (Guru Besar FKIP ULM), Zainal Fikri Ph.D (UIN Antasari), dan dua dosen FISIP ULM yaitu DR H Muslih Amberi dan DR Andi Tenri Sompa.
Selain itu KPU RI juga sudah membentuk tim seleksi calon anggota KPUD di 13 Kabupaten/Kota se Kalsel Lewat pengumuman bernomor 133/PP-06 SD/05/KPU/II/2018 tertanggal 9 Februari 2018.
Khusus Kalsel, Timsel dibagi menjadi 2 zona perekrutan yaitu untuk zona 1 terdiri dari Kabupaten Balangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Utara (HSU) dan Kabupaten Tapin telah ditetapkan timselnya adalah para akademisi yaitu DR H Ahmad Yunani dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Lambung Mangkurat, DR Ani Cahyadi dari UIN Antasari, DR H Ichsan Anwari dari Fakultas Hukum ULM, Prof DR Muhammad Ahsin Rifa’i yaitu guru besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ULM dan Dra Naimah MH UIN dari Antasari Banjarmasin.
Zona 2 terdiri dari Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kota Banjarbaru, Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu timselnya adalah M Adriani Yulizar M.A yang merupakan dosen dari Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Karjani S.P, Setia Budhi Ph.D dosen FISIP Universitas Lambung Mangkurat, Sulkan SH MH mantan Ketua Panwaslu Kota Banjarmasin dan Varinia Pura Damaiyanti S.Sos, M.Si staf pengajar di FISIP ULM.
Mereka itulah yang akan menjadi bidan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin komisioner KPU yang siap mensukseskan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 untuk tingkat Provinsi dan kabupaten/kota Se Kalsel.