Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Ketua Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalimantan Selatan Suwardi Sarlan berpendapat "channel fee" atau pembayaran jasa atas penggunaan alur ambang Sungai Barito perlu ditinjau kembali, terutama terkait dengan pendapatan asli daerah.
"Apalagi dalam hubungan dengan upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kalimantan Selatan (Kalsel)," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu di Banjarmasin, Rabu.
Pasalnya, lanjut wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Kalsel V yang meliputi Kabupaten Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong itu, besaran "channel fee" sudah cukup lama tanpa perubahan.
Oleh karena itu, katanya, payung hukum yaitu Peraturan Daerah (Perda) tentang Channel Fee Alur Ambang Sungai Barito tersebut juga perlu revisi atau diubah.
Sebagai contoh, katanya, perlunya memasukan ketentuan pungutan terhadap berbagai komoditas yang pengangkutannya ke luar Kalsel, baik berupa ekspor maupun antarpulau melalui alur ambang Sungai Barito, seperti semen atau barang dagangan lainnya.
"Karena Perda tentang Channel Fee Alur Ambang Sungai Barito selama ini hanya berlaku bagi angkutan batu bara, belum berlaku terhadap komoditas lain," ujarnya.
Ketua Fraksi PPP DPRD Kalsel itu, menyarankan untuk revisi atau perubahan Perda tentang Channel Fee Alur Ambang Sungai Barito tersebut dari pihak eksekutif atau pemerintah provinsi setempat.
"Mengapa inisiatif revisi atau perubahan perda `channel fee` tersebut sebaiknya dari eksekutif? Karena Pemprov Kalsel memiliki sumber daya yang memadai," demikian Suwardi Sarlan.
Pantauan dalam setahun belakangan, pengangkutan semen produk pabrik PT Conch Indonesia di Kabupaten Tabalong, Kalsel, untuk antarpulau juga melalui alur ambang Sungai Barito.
Sementara "channel fee" bagi angkutan batu bara melewati alur ambang Sungai Barito hingga kini masih 0,5 sen dolar Amerika Serikat per ton.