Ketua Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan H Puar Junaidi, di Banjarmasin, Kamis menyarankan agar persoalan "channal Fee" ambang sungai Barito tidak perlu dinaikkan, tapi cukup mengubah persentase bagi hasilnya.
Hal itu disampaikan menanggapi perlunya revisi Perda channal fee, terutama berkaitan dengan besaran pungutan. "Menurut pendapat saya, kalau hubungannya dengan penerimaan daerah, untuk sementara tak perlu dinaikkan besaran pungutan channal fee, tapi cukup mengubah persentase bagi hasil," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel tersebut.
Ia mencontohkan, kalau selama ini bagi hasil dari pungutan channal fee hanya enam persen, maka kemungkinan persentasenya perlu ditingkatkan menjadi 10 persen.
"Karena kalau saya tidak keliru, bagi hasil bersih pungutan channal fee tersebut selama ini hanya sekitar enam persen," ungkap politisi senior Partai Golkar, yang juga mantan Ketua Komisi A (kini I) bidang hukum dan pemerintahan DPRD Kalsel.
Dengan menaikkan persentase bagi hasil tersebut, maka penerimaan daerah dari sektor tersebut tentunya akan meningkat pula, tak lagi cuma Rp11 miliar, seperti tahun anggaran 2011, demikian Puar.
Sebelumnya, Ibnu Sina, anggota Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta perhubungan itu, menggulirkan pendapat, perlunya perubahan pungutan channal fee, guna lebih menunjang peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Perlunya perubahan pungutan channal fee ambang Sungai Barito, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu beralasan, karena Perda yang mengatur pungutan tersebut sudah relatif lama dan perlu peninjauan kembali.
Selain itu, tingkat frekuensi angkutan, terutama batu bara yang melintasi ambang Sungai Barito belakangan semakin meningkat dan harga pasaran dunia terhadap "emas hitam" tersebut tak lagi seperti empat atau lima tahun lalu.
Oleh karena itu, cukup beralasan kalau channal fee yang selama ini cuma tiga sen dolar Amerika Serikat tiap ton batu bara yang melintas alur ambang Sungai Barito ditingkatkan menjadi lima sen dolar AS, sarannya.
"Channal fee sebesar lima sen dolar AS tersebut sebagaimana rencana semula, yang ketika itu (saat pembuatan Perdanya Tahun 2006) ditangguhkan, karena pasaran dunia batu bara belum menggembirakan," demikian Ibnu Sina.
Pada saat pembuatan Perda channal fee, produksi batu bara Kalsel masih di bawah 40 juta ton/tahun, tapi kini sudah mencapai 45 juta ton/tahun./Shn/B