Salah satu perajin Rabiatul Adawiyah di Tanjung, Rabu mengaku kesulitan memasarkan hasil kerajinan anyaman purun seperti tas, topi dan tikar.
"Membuat anyaman purun jadi usaha turun temurun namun sekarang terkendala sepinya pembeli," jelas Rabiatul.
Selain itu bahan baku purun pun mulai sulit didapat dan para perajin harus membeli tanaman purun dari kota Banjarbaru.
Biasanya tanaman purun cukup mudah dicari namun karena tidak ada upaya budidaya akhirnya mulai berkurang dan harus beli dari luar HST.
"Biasanya kami membeli dari pengumpul tanaman purun tersebut yang didatangkan langsung dari Banjarbaru dengan harga Rp80 Ribu per ikat besar," katanya.
Hasil anyaman purun pun dijual sangat murah Rp30 ribu per kodi atau Rp3 ribu per buah.
"Dalam sehari menganyam menghasilkan sebanyak lima buah bakul jadi pendapatan kami kalau dikalikan Rp3 Ribu per buah cuma Rp15 Ribu perhari," kata Rabiatul lagi.
Satu warga Desa Wlatung Sahruddin pun berharap kondisi ini perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah daerah dengan meningkatkan keterampilan perajin lokal.
"Kita akui produk anyaman lokal kita kalah bersaing dengan hasil kerajinan luar karena itu perlu dukungan pemerintah daerah agar bisa dipertahankan dan dikembangkan," jelas Sahruddin.