Banjarmasin,(Antaranews Kalsel)- Seekor Bekantan (Nasalis larvatus) betina muda yang diperkirakan berusia berumur 3 - 4 tahun, tersengat listrik travo tegangan tinggi, di Jl. Jnd. A Yani Kilometer 2 Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Senin malam tim penolong Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) yang dipimpin langsung oleh dengan didukung dati tim PLN dan alat Techno Sky Lift dari Pemkot Banjarmasin berhasil melakukan evakuasi, demikian ketua SBI Amalia Rezeki, kepada ANTARA Kalsel, Selasa.
Bekantan tersebut tidak sempat tertolong dan tewas setelah terpanggang oleh sengatan listrik.
"Kami sangat prihatin atas kejadian ini. Dan kami menduga bekantan tersebut peliharaan orang, karena masih ada tali pengikat dipinggangnya", tutur Amalia Rezeki.
Kejadian ini menambah deret panjang, cerita duka tentang bekantan yang keberadaannya semakin terdesak serta terancam punah. Dan yang sangat disayangkan masih ada warga yang masih berani memeliharanya,
padahal ada sanksi hukum yang cukup berat, bagi siapapun yang menangkap dan memelihara bekantan, tambah Amalia Rezeki.
Amalia Rezeki mengatakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, setiap orang jika kedapatan menangkap maupun memelihara satwa langka dilarang tanpa memiliki ijin akan kena sanksi hukum Sesuai aturan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Yang disebutkan setiap orang dilarang menangkap hewan atau satwa yang dilindungi dan bagi siapa yang melanggarnya, maka merupakan suatu tindak pidana, dengan ancaman kurungan penjara lima tahun serta denda 100 juta rupiah ,jelas Amalia Rezeki yang juga dikenal sebagai dosen di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Seperti diketahui, Bekantan dilindungi berdasarkan dan berdasarkan lembaga konservasi Internasional, Bekantan termasuk dalam daftar merah IUCN Bekantan dikategori terancam, dimana populasi satwa berada diambang kepunahan.
Kelestariannya semakin terancam oleh makin maraknya alih fungsi lahan yang menjadikan habitatnya semakin menyempit.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya perburuan serta perdagangan satwa liar. Hal itu menyebabkan populasi monyet berhidung panjang tersebut semakin berkurang, tambah Amalia Rezeki.
Menurut Amalia Rezeki berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan pada tahun 1987 jumlah populasi bekantan di Pulau Kalimantan masih cukup banyak mencapai 250.000 ekor dan 25.000 ekor berada di kawasan konservasi (MacKinnon,1978).
Kemudian menyusut drastis pada tahun 1995, hanya berjumlah sekitar 114.000 ekor dan hanya tersisa 7.500 ekor di kawasan konservasi (Bismark,1995).
Sehingga dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir populasi bekantan di Pulau Kalimantan berkurang sekitar 50 persen. Sedangkan di Kalimantan Selatan melalui penelitian yang dilaksanakan tahun 2013 oleh BKSDA Kalsel hanya berjumlah sekitar 3.600 sampai lima ribu ekor. Namun sekarang kemungkinan jumlahnya tidak lebih dari 2500 ekor saja.
Dengan maraknya alih fungsi lahan, perdagangan satwa liar serta bencana kebakaran hutan, diperkirakan terjadi penurunan populasi yang sangat drastis.
Atas tragedi yang baru dan untuk pertama kalinya ini di Kalimantan Selatan. Amalia Rezeki meminta kepada siapapun yang masih memelihara bekantan secara ilegal, agar segera menyerahkan kepada BKSDA Kalsel atau Tim Rescue Sahabat Bekantan, agar terhindar dari jerat hukum.