Jakarta (ANTARA) - Pelaku industri perhutanan Indonesia diharapkan menggandeng perusahaan asal Jepang untuk bekerjasama dalam pemanfaatan biomassa kayu yang potensinya melimpah di tanah air.
"Indonesia memiliki kekayaan biomassa yang melimpah, sementara Jepang memiliki teknologi untuk pemanfaatan biomassa tersebut. Kita harus dapat menemukan titik temunya dan mengupayakan kerjasama dari perusahaan Jepang dan juga Indonesia," ujar Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang Heri Akhmadi dalam keterangan tertulis di Jakarata, Kamis.
Dubes memaparkan Sumitomo Forestry di Jepang telah memiliki pembangkit listrik biomass (urban biomass power generation) di Kawasaki. Sedangkan Mitsubishi, memiliki dan mengembangkan biomass co-firing technology dengan 11 unit pembangkit listrik dengan total 3,574 MW.
Mitsubishi, lanjutnya pada Indonesia-Japan Virtual Business Dialogue on Wood Product yang diselenggarakan oleh KBRI Tokyo bekerjasama dengan Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) pada Senin (5/7) lalu , juga telah bekerjasama dengan ITB untuk mengembangkan kebutuhan energi di Indonesia di masa yang akan datang.
Baca juga: BI Gandeng Media Bangun optimisme Pertumbuhan Ekonomi (Bagian Satu)
Selain itu, Renova Inc dan Kyudenko Corporation memiliki biomass power plants, yang kesemuanya telah menyatakan keinginannya untuk bekerjasama membangun pembangkit listrik berbasis biomassa di Indonesia.
"Tiga hari yang lalu saat saya bertemu Sumitomo Forestry, saya juga mendorong Sumitomo Forestry untuk dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi di Indonesia untuk mengembangkan hutan tanaman industri untuk kebutuhan pembangkit energi dimasa yang akan datang," ujarnya.
Sementara itu Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) Indroyono Soesilo menyatakan potensi pengembangan biomassa dari hutan tanaman energi di Indonesia cukup besar.
“Kondisi alam Indonesia yang subur memungkinkan untuk percepatan pertumbuhan jenis-jenis tanaman yang memiliki kalori tinggi untuk energi biomassa” katanya.
Menurut Indroyono, pasar Jepang menyukai kayu Akasia dan Eukaliptus, padahal kayu ini memerlukan waktu 5-6 tahun untuk bisa dipanen. Sedangkan pasar domestik menggunakan kayu Gamal dan Kaliandra, yang sudah bisa dipanen mulai tahun ke dua dan ketiga dengan metoda trubusan.
Baca juga: Perkuat UMKM, Kementerian Investasi gandeng Forum Rektor
“Oleh karena itu kami mengusulkan agar Pasar Jepang tidak hanya melirik Akasia dan Eukaliptus tetapi untuk wood chip maupun wood pellet dapat menggunakan kayu Gamal dan Kaliandra yang kalorinya tidak kalah dari kalori batubara” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Indroyono juga mengajak perusahaan/investor Jepang dan juga industri maupun konsesi di Indonesia untuk dapat bekerjasama mendukung program co-firing di Indonesia dan juga peningkatan produksi wood chip maupun wood pellet baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
“Kerjasama lainnya terkait upaya kita mengganti 2.100 pembangkit listrik tenaga diesel berbahan bakar solar, dimana Jepang dapat membuat pembangkit listrik biomassa 15/30 MW, sementara kita menyiapkan lahan untuk ditanami jenis-jenis tanaman untuk mensuplai bahan bakunya” ujarnya.