Kandangan (ANTARA) - Pengusaha muda pemilik rumah produksi Sasirangan Hulu Sungai Selatan (HSS), Hawa Nur Huda telah menggeluti produksi Sasirangan sejak tahun 2012 sampai saat ini.
Ia sudah menjalankan usaha di bidang industri kreatif di Rumah Produksi Sasirangan Nur Borneo miliknya, salah satunya memproduksi kain Sasirangan.
Menurut Hawa, dari tahun 2014 itu mencoba untuk memproduksi pakaian yang siap pakai, dan tidak hanya produksi bahannya kainnya, tapi juga mengikuti trend anak muda di mana pada saat itu di HSS, memang jarang atau belum ada yang memproduksi pakaian yang sudah jadi.
"Biasanya orang cuma menjual kain dengan bahan-bahannya yang memang harus dibuat lagi, sedangkan untuk pakaian siap jadi atau misalnya pakaian yang memang diminati oleh kalangan muda itu sangat jarang," katanya, yang akrab dipanggil Hawa, saat ditemui di rumah produksinya, beberapa waktu lalu.
Dijelaskan dia, memulai usaha sambil menyelesaikan kuliah, dan memang agak sulit untuk perkenalkan ke kalangan anak muda sesuai daya minat mereka untuk menggunakan atau memakai sasirangan untuk keseharian, karena sasirangan identik dengan pakaian pakaian formal atau misalnya pakaian yang digunakan di perkantoran saja.
Berjalannya waktu karena pihaknya juga melihat pada saat itu trend di media sosial, menggunakan media sosial maka trend pemakaian Sasirangan juga meningkat dengan melibatkan beberapa influenser seperti selebgram, yang berpengaruh khususnya di Kalimantan Selatan untuk bisa menggunakan produknya.
Baca juga: Garam beryodium UMKM HSS cap "Wajan" penuhi kebutuhan lokal dan luar daerah
Pelibatan influenser dan selegram untuk jadikan modal untuk dibuat katalog di setiap edisi, kemudian pihaknya tidak sekedar memproduksi pakaian jadi juga ada berbagai macam aksesoris hingga mendaur ulang sampah dan produksi lainnya.
"Jadi di tahun selanjutnya kita mendirikan Yayasan Rumah Kreatif Nur Borneo, di yayasan ini mewadahi ibu-ibu di Desa Gambah Luar, Kecamatan Kandangan," katanya.
Menurut dia, ibu-ibu tersebut bukan hanya membuat kerajinan dari Sasirangan, tapi juga ada dari kuliner serta handicraft, seperti misalnya membuat aksesoris dan karya untuk produk hantaran pernikahan dan lainnya.
Ia mengakui di awal merintis usaha memang agak ragu karena memang pada saat itu masih kuliah dan masih belum punya modal yang cukup banyak untuk produksi, disamping harga kain Sasirangan di tahun itu diharga Rp100 ribuan per satuannya.
Kalau misalnya pun tetap diproduksi jadi pakaian tentunya akhirnya berbiaya tinggi atau harga jual bajunya pun jadi tinggi, kemudian ada perlombaan yang memang mendorong untuk mengangkat pakaian atau kain tradisional yang memang ciri khas dari Kalsel, jadi akhirnya dimulai hingga saat ini dan pihaknya bersyukur minat pembeli juga lumayan meningkat.
"Alhamdulillah daya minat masyarakat terutama generasi muda sudah lumayan banyak, dan tidak hanya menjadikan sasirangan sebagai pakaian formal tetapi bisa digunakan sehari-hari," katanya.
Baca juga: Dari ikut orang lalu berwirausaha mandiri, cutting stiker Zaini makin berkembang
Untuk mengembangkan usaha Sasirangan maka pihaknya mengembangkan inovasi dengan beragam motif kain Sasirangan, seperti dari tugu dodol dan ketupat, kipas dan lainnya yang merupakan ciri khas lokal dari daerah Kandangan, HSS atau daerah sendiri.
Menurut dia, belajar produksi Sasirangan memang dulunya otodidak serta belajar dari internet atau media sosial, tapi karena memang diperlukan keterampilan agar lebih profesional dan memiliki yayasan serta membuka pelatihan untuk menunjang kredibilitas dari pelatih sendiri.
Maka selanjutnya mencari guru yang profesional dibidang Sasirangan, jadi bisa belajar dan berlatih dengan pengajar khusus untuk menambah keterampilan, dan bersyukur telah mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSS melalui Disnakerkop UMKP HSS.
"Alhamdulillah pemerintah daerah juga support kita, sehingga kita dilibatkan diacara pameran yang lainnya sampai ke nasional untuk dibawa barang-barangnya sampai ke Jakarta dan Bali sekaligus mempromosikan produk kita," katanya.
Untuk pemasaran sendiri, pihaknya sudah ada galeri toko, dari mulut ke mulut serta juga orang-orang yang terdekat, dan tidak itu saja karena perkembangan zaman apalagi menyasar anak muda maka promosi aktif di media sosial, serta memanfaatkan market place untuk pasarkan produk, ditambah mengikuti pelatihan pemasaran dari instansi terkait.
Baca juga: Upik berhasil kembangkan minuman tradisional Es Lahang
Kendala usaha pastinya ditemui, karena dirinya memang memang suka ini coba-coba dan di tahun 2016 lalu pernah ikut pernah kolaborasi dengan orang dari daerah Jawa untuk produksi tas, karena di sini sepertinya memang belum ada yang buat dari bahan semi kulit dan rencana di kombinasikan, tapi kemudian kolaborasi ini tidak sesuai harapan dan diakhiri.
"Ada beberapa kerugian dan semacamnya, namun itu memang wajar misalnya kalau berbisnis, bisa jatuh bangun namun tetap berusaha terutama karena kita membangun usaha dan harus memperkenalkannya ke masyarakat," katanya.
Pihaknya terus berpikir dan berupaya agar Sasirangan bisa diterima di lingkungan sekitar, bagaimana cara agar di daerah sendiri supaya instansi pemerintah dan lainnya mau menggunakan produk-produk lokal produksi anak banua, masyarakat mau membeli untuk rekan, teman dan keluarga dan ini perlu strategi yang terus diperjuangkan.
Menurut dia, memang dalam dunia usaha atau bisnis tidak bisa semata berpikir "hari ini jadi maka besok jadi", namun semuanya harus berproses, dan setiap orang tentu berbeda prosesnya, yang penting ada ide bisnis jangan menunda waktu melakukannya, dan dilakukan segera.
"Sebagai salah satu pengrajin Sasirangan, saya berharap agar produk-produk lokal bisa makin dihargai, dengan membeli produk dari lokal buatan anak banua, berarti sama dengan mencintai dan rasa memiliki terhadap produk yang dihasilkan masyarakat daerah sendiri," katanya.
Hawa, pengusaha muda HSS pemilik rumah produksi Sasirangan Nur Borneo
Jumat, 18 Juni 2021 19:34 WIB
Sebagai salah satu pengrajin Sasirangan, saya berharap agar produk-produk lokal bisa makin dihargai, dengan membeli produk dari lokal buatan anak banua, berarti sama dengan mencintai dan rasa memiliki terhadap produk yang dihasilkan masyarakat daerah