Amuntai, (Antaranews Kalsel) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melarang pemerintah daerah dan masyarakat menggarap lahan gambut, lahan rawa atau lahan lebak jika kedalamannya lebih dari dua meter.
Kepala Seksi Pola pada Balai Pemanfaatan Kawasan Hutan ( BPKH) Banjarbaru Miftahol Arifin di Amuntai Jumat mengatakan, lahan gambut kadang digarap oleh masyarakat untuk beragai keperluan seperti pemukiman dan lainnya tanpa memperhatikan tingkat kedalaman lahan.
Miftahol mengatakan lahan gambut yang dalam merupakan tempat "tidur" air atau penampung air dalam menjaga ekosistem dan keseimbangan lahan rawa atau gambut.
Penggunalah lahan gambut semacam ini, kata dia, bisa mengganggu keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.
"Meski dilarang menggunakan atau menggarap lahan gambut, bukan berarti dilarang untuk memanfaatkannya, berbeda dengan menggarap lahan, kalau sekedar memanfaatkan, berarti tidak sampai merusak atau merubah ekosistem rawa," katanya.
Selain itu, lahan rawa juga termasuk kawasan hutan, meski tidak memiliki hutan berupa pepohonan, namun tetap bisa dikategorikan kawasan hutan.
Sebelumnya, pada saat menjadi nara sumber pada kegiatan Sosialisasi mengenai Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang pelepasan Kawasan Hutan di Amuntai, Kamis (2/4), Mifathol menjelaskan kawasan rawa yang masuk menjadi kawasan hutan yang bisa dikonversi bisa digunakan untuk pembangunan non sektor kehutanan.
"Kawasan hutan produksi yang bisa dikonversi atau HPK memang dicadangkan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan," kata Miftahol.
Dia menambahkan, berdasarkan peraturan Menhut, pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) untuk wilayah propinsi dicadangkan sebesar 30 persen dari luas wilayah.
Dikatakan Wilayah Kalimantan Selatan yang memiliki luas wilayah 3,7 juta hektar, dicadangkan untuk lahan HPK seluas 1,7 juta hektar.
Kabupaten Hulu Sungai Utara, dicadangkan 41 ribu hekatr untuk HPK, diantaranya mencakup kawasan Kecamatan Babirik, Danau Panggang dan Pamingggir yang mulai diincar investor untuk pengembangan lahan perkebunan sawit.
Meski ijin lokasi sudah diberikan kepada pihak investor, namun untuk ijin pelepasan kawasan hutan ditetapkan oleh Kemenhut berdasarkan berbagai perhitungan dan pertimbangan.
"Masyarakat yang merasa memiliki hak ulayat atau hak pemanfaatan lahan yang masuk dalam izin lokasi pengembangan sawit, masih memiliki kesempatan untuk mengajukan klaim," kata Miftahol.
Selain upaya pelepasan kawasan hutan menjadi HPK, tuturnya, bisa juga ditempuh upaya lain seperti izin pinjam pakai dan tukar menukar kawasan dalam pemanfaatan kawasan hutan.
Kantor Kehutanan, Perkebunan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten HSU menggelar Sosialisasi Permenhut RI nomor P.28/ Menhut-II/ 2014 tentang perubahan ketiga atas Permenhut nomor P.33/menhut-II/ 2010 tentang tata cara pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Bertempat di Aula Bappeda, Sosialisasi yang dibuka Sekreraris Daerah Eddy Yannor Idur dihadiri pejabat dinas instansi terkait, Anggota DPRD HSU, pengurus Koperasi Tatal Borneo, Desa Tampakang, LSM Gema Borneo, Aliansi Masyarakat Peduli Banua dan pihak berkepentingan lainnya.