Jakarta (ANTARA) - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendorong Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersinergi dengan daerah dalam memastikan pembelajaran antara siswa dan guru dengan berbagai model dan cara sesuai disparitas wilayah, potensi dan kesiapan sekolah.
“Kemendikbudristek membuat skenario yang jelas dan terpantau untuk masing-masing sekolah. Tidak lagi diserahkan kepada tim COVID-19 secara global dalam satu kabupaten atau kota,” ujar Sekjen FSGI, Heru Purnomo, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad.
FSGI mendorong Kemendikbudristek bekerja sama dengan dinas pendidikan daerah, dan harus melakukan pemetaan yang jelas tentang efektifitas belajar dari rumah (BDR) di wilayah perkotaan dan pedesaan.
“Jangan merasa hanya dengan pembagian paket internet permasalahan BDR selesai program bantuan pulsa atau paket internet bisa saja dilanjutkan tetapi harus diiringi dengan pembagian gawai dan atau alat penguat sinyal. Opsi penggunaan guru kunjung dan lainnya harus menjadi alternatif,” kata dia.
FSGI mendorong Kemendikbudristek dan dinas pendidikan harus menfasilitasi terjadinya berbagai model pembelajaran tatap muka, tidak hanya di sekolah namun bisa dilakukan di lapangan terbuka, pantai dan atau tempat lain sesuai kondisi sekitar sekolah.
“Karena pembelajaran tatap muka yang dipaksakan di sekolah justru menyiksa mental siswa,” kata dia lagi.
FSGI mengingatkan Kemendikbudristek untuk tidak lagi menetapkan kebijakan yang seragam untuk seluruh Indonesia, kebijakan setingkat kabupaten kota saja terbukti tidak bisa mengakomodir kondisi sekolah.
Kemendikbud juga tidak boleh memaksakan program yang tidak tepat guna untuk masa pandemi, semisal pendidikan calon Guru Penggerak, Sekolah Penggerak, Organisasi penggerak yang justru membebani penanganan pendidikan di masa pendemi.
FSGI juga mendorong Kemendikbudristek untuk menjamin adanya mekanisme keterlibatan kepala sekolah agar permasalahan BDR dan PTM ditingkat sekolah dapat teratasi.
“Dalam pantauan FSGI ada sekolah yang menjalankan BDR apa adanya, bahkan ada yang PTM namun siswa merasa tidak nyaman dan tidak bisa belajar,” jelas dia.
Akan tetapi FSGI juga menemukan ada beberapa sekolah di wilayah lain yang BDR maupun PTM nya berjalan walaupun dengan cara berbeda.
Misalnya di Bima NTB dengan guru kunjung. Di SMAN 1 Gunungsari Lombok Barat melaksanakan PTM dengan istilah “Sekolah Perjumpaan” yang mana siswa disuruh membaca pelajaran d irumah dan besoknya datang ke sekolah untuk menceritakan kepada temannya.