Banjarbaru (ANTARA) - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian meminta petani dapat menerapkan teknologi water harvesting (panen air) untuk mengantisipasi kekeringan di musim kemarau yang segera tiba.
"Teknologi pengelolaan air ini penting sebagai sumber air irigasi pada lahan pertanian, sekaligus untuk memenuhi kebutuhan domestik di tengah ancaman kekeringan," ujar peneliti hidrologi di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Balitbangtan Ir Hendri Sosiawan CESA, di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Selasa.
Hendri menjelaskan, menghadapi musim kemarau tahun ini yang diprediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mulai terjadi pada minggu kedua Juni 2020, diperlukan kesiapan petani dalam mengimplementasikan teknologi pengelolaan air yang sudah dikembangkan oleh Balitbangtan di bawah kepemimpinan Dr Ir Fadjry Djufry.
Salah satunya panen air sebagai upaya menahan aliran air hujan dan aliran permukaan pada suatu kawasan yang ditampung dalam bangunan air (embung, long storage, dam parit) sebagai sumber air irigasi.
Meski lahan rawa yang dikonotasikan berlimpah sumber airnya, ujar Hendri, namun di beberapa tempat juga mengalami kekeringan di musim kemarau seperti lahan rawa pasang surut tipe C, D dan lahan rawa lebak dangkal.
Bangunan air yang cocok untuk dimanfaatkan sebagai penampung air di lahan rawa adalah “long storage” atau penyimpanan panjang yang sebenarnya merupakan saluran-saluran sekunder dan atau tersier yang sudah dibangun oleh pemerintah di lahan rawa.
Secara harfiah long storage merupakan bangunan konservasi air dengan bentuk memanjang pada lahan pertanian yang dibuat untuk menampung air yang berasal dari air hujan dan limpasan aliran permukaan.
Baca juga: Tambah koleksi Kebun Raya Cibodas, Balitbangtan serahkan benih mawar
Pada lahan rawa, long storage juga mempunyai fungsi untuk menampung luapan air pasang, sekaligus sebagai sarana drainase.
Optimalisasi long storage pada lahan rawa pasang surut dilakukan dengan pembuatan sistem tabat konservasi bertingkat pada saluran tersier dengan spesifikasi desain, sebaran dan jumlah sesuai dengan kondisi dan karakteristik lahan rawa pasang surut, normalisasi pintu-pintu air pada petakan lahan yang belum berfungsi secara optimal, pembuatan saluran kuarter pada petakan sawah dan bangunan pelimpas (over flow).
"Optimalisasi long storage pada lahan rawa bertujuan mengendalikan tinggi muka air pada lahan sawah terutama untuk mencegah timbulnya pirit, sekaligus menyediakan cadangan air ketika air surut di musim kemarau dan mengatasi genangan yang tidak terkendali pada saat air pasang di musim hujan," kata mantan Kepala Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) itu pula.
Baca juga: Budidaya kelapa sawit di lahan ramah lingkungan
Baca juga: Balitbangtan kembangkan "Si Katam Terpadu" di lahan rawa
Hendri menambahkan, berdasarkan pengalaman Balittra dalam melakukan optimalisasi long storage yang dilakukan di Desa Tamban Baru Tengah, Kecamatan Tamban Catur, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah mampu mengubah lahan rawa “bongkor” menjadi lahan produktif dengan potensi indeks pertanaman (IP) 200.
Apabila optimalisasi long storage tersebut dapat dilakukan secara masif di setiap kabupaten yang mempunyai lahan rawa, tidak mustahil peningkatan indeks pertanaman, peningkatan produktivitas lahan rawa dan penggandaan produksi padi rawa akan dapat dicapai pada waktu yang tidak terlalu lama.
"Tabat konservasi yang dibangun pada long storage di Tamban Baru Tengah untuk lahan kering dan lahan tadah hujan upaya panen air yang dapat dilakukan dengan pembuatan embung pertanian dan dam parit," kata Hendri.
Menurutnya lagi, melalui sentuhan berbagai teknologi yang telah dikembangkan Balitbangtan tersebut, produktivitas pertanian dapat terjaga demi memenuhi stok pangan bagi 260 juta penduduk Indonesia, meski di tengah ancaman pandemi COVID-19 sekalipun.