Tanjungpinang (ANTARA) - Perusahaan penanaman modal asing, PT Bintan Alumina Indonesia (PT BAI) bantah menggunakan tenaga kerja asing (TKA) asal China secara ilegal di Kawasan Ekonomi Khusus di Galang Batang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Direktur PT BAI, Santoni, di Tanjungpinang, Jumat, mengaku jumlah TKA asal China yang bekerja di perusahaan yang dipimpinnya sekitar 400 orang. Namun mereka bekerja secara legal.
Sebagian para pekerja itu bekerja sebagai mekanik.
"Kami investasi besar-besaran di-KEK Bintan, jadi tidak mungkin hanya untuk urusan TKA menjadi bermasalah," katanya.
Santoni pun pernah mendengar isu bahwa PT BAI mempekerjakan WN China secara ilegal. Namun ia menganggap isu negatif itu biasa saja.
Menurut dia, para pekerja asing di perusahaan itu memiliki keluarga di China. Sesekali anak dan istri pekerja itu berkunjung ke PT BAI.
"Mungkin yang diisukan sebagai pekerja itu adalah anak dan istri para pekerja asing. Kami tidak mungkin melarangnya, karena itu hak mereka bertemu dengan keluarganya," ucapnya.
Santoni mengemukakan PT BAI membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas. Perusahaan ini tidak akan merekrut pekerja asal China jika pekerja asal Indonesia, khususnya Kepri mampu menggunakan teknologi untuk membangun "smelter".
PT BAI sendiri sudah mengirim para pekerja lokal untuk mendapatkan pelatihan selama setahun. Jumlah para pekerja lokal yang dilatih di China tersebut sekitar 70 orang, sementara yang dibutuhkan sebanyak 400 orang. Dalam waktu dekat mereka sudah dipulangkan ke Bintan.
"Mereka belajar Bahasa China, dan dilatih untuk menggunakan teknologi," katanya.
Perusahaan ini akan mengirim kembali pekerja lokal untuk dilatih di China. "Kalau sudah banyak pekerja lokal yang memenuhi standar, kami tidak akan banyak menggunakan pekerja asing," katanya.
Nilai investasi ditargetkan mencapai Rp30 triliun. Hingga Januari 2020, perusahaan yang mulai membangun "smelter" tahun 2017 itu telah mengggelontorkan dana sekitar Rp4,9 triliun. Tahun 2020 ini, PT BAI menargetkan realiasi investasi mencapai belasan triliun rupiah.