Pemerintah memiliki target penetrasi pembangunan jaringan internet pita lebar hingga ke desa-desa ..."
Kudus (ANTARA News) - Jumlah penduduk di Tanah Air yang menikmati jaringan internet dengan jaminan konektivitas yang selalu tersambung dan memiliki kemampuan layanan televisi, telepon, serta paket data secara berkesinambungan atau triple-play baru mencapai tujuh persen (7%).
"Sementara target hingga tahun 2019 diharapkan mencapai angka 21 persen penduduk yang menggunakan jaringan internet berkualitas atau pitalebar," kata Kepala Sub Direktorat Infrastruktur Telekomunikasi Pita Lebar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ary Budi Sulistyo di Kudus, Jawa Tengah, Kamis.
Adanya pelatihan terhadap puluhan pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Kudus, menurut dia, merupakan salah satu langkah mencapai target tersebut.
Ia berharap tersedianya tenaga terampil yang menguasai implementasi jaringan berbasis kabel fiber optik, tentunya perluasan jaringan pitalebar tidak perlu lagi terkendala tenaga teknisi.
Pasalnya, menurut dia, di Kabupaten Kudus nantinya sudah tersedia tenaga trampil yang menguasai jaringan berbasis kabel fiber optik.
Untuk mendapatkan layanan internet berkecepatan tinggi, diungkapkannya, memang dibutuhkan sarana internet pita berfrekuensi lebar.
Dengan teknologi tersebut, diuraikannya, tidak ada jeda dan kualitas suara juga lebih bagus saat digunakan.
"Pemerintah memiliki target penetrasi pembangunan jaringan internet pita lebar hingga ke desa-desa supaya masyarakat bisa menikmati layanan internet berkecepatan tinggi," ujarnya.
Jaringan internet yang awalnya level kecamatan, menurut dia, saat ini ditargetkan bisa ke desa-desa.
Apalagi, ia menyatakan, sumber daya manusia (SDM) sudah mulai disiapkan, dan nantinya pemerataan akses pita lebar dari kota maupun desa bisa ditindaklanjuti secara bertahap.
"Mudah-mudahan setelah pelatihan yang ditindaklanjuti dengan kerja sama antara SMK dengan perusahaan jaringan telekomunikasi dalam rangka pemerataan infrastruktur sampai ke desa agar masyarakat bisa berlangganan jaringan internet menggunakan kabel fiber optik," ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Indonesia Lukman Adjam menyatakan pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Apjatel dengan Kementerian Kominfo untuk mendukung program pitalebar di era digital.
Untuk mencapai target tersebut, ia menilai, harus diawali dengan pembangunan infrastruktur jaringan dan harga yang layanan internet yang terjangkau.
Pada 2019, dikemukakannya, Pemerintah Pusat menargetkan pembangunan infrastruktur di kawasan urban bisa mencapai 71 persen rumah tangga dengan kapasitas 21 megabyte dan desa 90 persen rumah tangga dengan kapasitas internet 10 megabyte.
"Untuk menghasilkan internet berkualitas dan harga terjangkau, maka pilihannya kabel fiber optik karena lebih efisien," ujarnya.
Hanya saja, ia menilai, untuk mencapai tujuan tersebut terkendala tenaga teknisi, sehingga tahun ini jaringan kabel serat optik (fiber optic/FO) akhirnya masuk ke dalam kurikulum untuk jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) di SMK.
"Kami berusaha mengisi kekosongan tersebut dengan membuat kesepakatan dengan Direktorat Pembinaan SMK-Ditjen Pendidikan Menengah dan Kejuruan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyiapkan 10.000 lulusan yang menguasai jaringan kabel fiber optik sejak 2015--2019," ujarnya.
Selain akan melatih puluhan ribu siswa, ia menyatakan, ratusan guru juga dilatih terlebih dahulu dengan keahlian serupa yang totalnya selama dua tahun mencapai 602 guru dari 448 SMK dari 25 provinsi.
Tujuh provinsi lainnya ditarget tahun ini, termasuk saat ini mulai menyasar ke siswa, demikian Lukman Adjam.
"Sementara target hingga tahun 2019 diharapkan mencapai angka 21 persen penduduk yang menggunakan jaringan internet berkualitas atau pitalebar," kata Kepala Sub Direktorat Infrastruktur Telekomunikasi Pita Lebar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ary Budi Sulistyo di Kudus, Jawa Tengah, Kamis.
Adanya pelatihan terhadap puluhan pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Kudus, menurut dia, merupakan salah satu langkah mencapai target tersebut.
Ia berharap tersedianya tenaga terampil yang menguasai implementasi jaringan berbasis kabel fiber optik, tentunya perluasan jaringan pitalebar tidak perlu lagi terkendala tenaga teknisi.
Pasalnya, menurut dia, di Kabupaten Kudus nantinya sudah tersedia tenaga trampil yang menguasai jaringan berbasis kabel fiber optik.
Untuk mendapatkan layanan internet berkecepatan tinggi, diungkapkannya, memang dibutuhkan sarana internet pita berfrekuensi lebar.
Dengan teknologi tersebut, diuraikannya, tidak ada jeda dan kualitas suara juga lebih bagus saat digunakan.
"Pemerintah memiliki target penetrasi pembangunan jaringan internet pita lebar hingga ke desa-desa supaya masyarakat bisa menikmati layanan internet berkecepatan tinggi," ujarnya.
Jaringan internet yang awalnya level kecamatan, menurut dia, saat ini ditargetkan bisa ke desa-desa.
Apalagi, ia menyatakan, sumber daya manusia (SDM) sudah mulai disiapkan, dan nantinya pemerataan akses pita lebar dari kota maupun desa bisa ditindaklanjuti secara bertahap.
"Mudah-mudahan setelah pelatihan yang ditindaklanjuti dengan kerja sama antara SMK dengan perusahaan jaringan telekomunikasi dalam rangka pemerataan infrastruktur sampai ke desa agar masyarakat bisa berlangganan jaringan internet menggunakan kabel fiber optik," ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Indonesia Lukman Adjam menyatakan pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Apjatel dengan Kementerian Kominfo untuk mendukung program pitalebar di era digital.
Untuk mencapai target tersebut, ia menilai, harus diawali dengan pembangunan infrastruktur jaringan dan harga yang layanan internet yang terjangkau.
Pada 2019, dikemukakannya, Pemerintah Pusat menargetkan pembangunan infrastruktur di kawasan urban bisa mencapai 71 persen rumah tangga dengan kapasitas 21 megabyte dan desa 90 persen rumah tangga dengan kapasitas internet 10 megabyte.
"Untuk menghasilkan internet berkualitas dan harga terjangkau, maka pilihannya kabel fiber optik karena lebih efisien," ujarnya.
Hanya saja, ia menilai, untuk mencapai tujuan tersebut terkendala tenaga teknisi, sehingga tahun ini jaringan kabel serat optik (fiber optic/FO) akhirnya masuk ke dalam kurikulum untuk jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) di SMK.
"Kami berusaha mengisi kekosongan tersebut dengan membuat kesepakatan dengan Direktorat Pembinaan SMK-Ditjen Pendidikan Menengah dan Kejuruan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyiapkan 10.000 lulusan yang menguasai jaringan kabel fiber optik sejak 2015--2019," ujarnya.
Selain akan melatih puluhan ribu siswa, ia menyatakan, ratusan guru juga dilatih terlebih dahulu dengan keahlian serupa yang totalnya selama dua tahun mencapai 602 guru dari 448 SMK dari 25 provinsi.
Tujuh provinsi lainnya ditarget tahun ini, termasuk saat ini mulai menyasar ke siswa, demikian Lukman Adjam.
Editor: Priyambodo RH