Banjarbaru (ANTARA) - Jutaan pekerja di kawasan urban Indonesia menghabiskan lebih dari delapan jam sehari di dalam ruangan ber-AC, percaya bahwa dinding kantor mampu melindungi dari polusi udara di jalanan.
Akan tetapi, bagaimana apabila kualitas udara di dalam ruangan justru menyimpan ancaman yang tidak terlihat? Padahal, solusinya sudah ada di pot tanaman hias yang terletak di sudut ruangan atau di atas meja anda.
Sebuah riset terbaru dari University of Valladolid, Spanyol yang dipublikasikan di jurnal internasional Building and Environment, menyebutkan beberapa jenis tanaman hias yang umum dijumpai tidak hanya berfungsi sebagai dekorasi, tetapi ternyata memiliki kemampuan “ajaib” sebagai “biofilter” hidup yang secara aktif menyerap senyawa kimia berbahaya dari udara, atau yang dikenal dengan Volatile Organic Compounds (VOCs).
Temuan kunci dari studi ini bukanlah sekadar kemampuan daun dalam menyerap polusi udara dalam ruangan, melainkan peran sinergis seluruh bagian tanaman, terutama “pasukan mikroorganisme” yang hidup di sekitar akar (rhizosfer).
Musuh tak terlihat di balik dinding tanpa kita sadari, udara di dalam ruangan dapat tercemar oleh berbagai senyawa organik yang mudah menguap (VOCs) pada suhu kamar.
Sumber senyawa-senyawa tersebut dapat berasal dari cat dinding, perabotan baru, karpet, pengharum ruangan, asap rokok, pengawet kayu, printer kantor, bahkan cairan pembersih lantai sampai hembusan nafas yang menumpuk yaitu karbondioksida (CO2). Beberapa senyawa VOCs beracun yang umum ditemukan adalah toluene, aseton, benzene, formaldehida, styrene, tetrachlorethylene, dan xylene.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Ningxia University, China tahun 2024 dan diterbitkan oleh Science Direct menyatakan bahwa konsentrasi polutan VOCs dalam ruangan bisa 2 hingga 5 kali lipat lebih besar dibandingkan konsentrasi VOCs di luar ruangan. Hal ini diperparah oleh ventilasi yang buruk serta suhu dan kelembaban yang lebih tinggi.
Senyawa beracun VOCs ini dapat menciptakan masalah kesehatan yang serius, tergantung dari seberapa lama seseorang terpapar senyawa tersebut.
Efek jangka pendek dapat memicu seseorang terkena Sick Building Syndrome, dengan gejala seperti sakit kepala, iritasi pada bagian mata, hidung dan tenggorokan, kelelahan sampai masalah pernafasan.
Dalam jangka panjang, paparannya dapat mengganggu fungsi organ vital seperti ginjal dan paru, alergi dan asma, fungsi kardiovaskular bahkan memicu kanker. Secara bisnis, dampak ini jelas berujung pada penurunan produktivitas karyawan sehingga indeks kinerja sebuah perusahaan dapat menurun.
“Pemanfaatan tanaman untuk menghilangkan polusi udara di dalam ruang kantor telah menarik banyak perhatian sebagai strategi mitigasi alami yang efektif,” tulis tim peneliti dari University of Valladolid, Spanyol, dalam studinya.
Untuk membuktikannya, mereka menguji lima tanaman hias yang sangat populer di Indonesia, yaitu Sirih Gading (Epipremnum aureum), Singonium (Syngonium podophyllum), Lili Perdamaian (Spathiphyllum wallisii), Sri Rejeki (Dieffenbachia), dan Janda Bolong (Monstera adansonii).
Bukan Sakedar Daun, tetapi “Tim” yang Bekerja
Hasil penelitian memberikan temuan yang mengejutkan. Masyarakat umum sudah tahu bahwa daun tanaman berfungsi sebagai spons alami, melalui pori-pori kecil bernama stomata, dia “menghirup” udara beracun dalam ruangan.
Namun, kemampuan daun tanaman tersebut memiliki keterbatasan di mana efektivitas penyerapan oleh daun bervariasi dan tidak pernah mencapai 100%.
Lalu bagaimana cara kerja yang efektif? Kekuatan sebenarnya muncul ketika seluruh bagian tanaman, yaitu akar, batang dan daun diuji, mereka memberikan hasil yang luar biasa.
Seluruh jenis senyawa VOCs yang diujicobakan berhasil dihilangkan sepenuhnya dalam waktu relatif singkat, berkisar antara 20 sampai 115 jam.
Apa rahasianya? Rahasia terbesarnya terletak di bagian yang tidak terlihat; yaitu akar dan mikroorganisme di sekitar akar.
Tanaman bertindak sebagai “filter fisik” yang menyerap polutan, sementara mikroorganisme di sekitar akar (Rhizosfer) bertindak sebagai “mesin penghancur biologis” polutan. Mikroba ini memberikan kontribusi besar dalam membersihkan udara.
Mereka bekerja dengan cara “memakan” atau menguraikan polutan berbahaya VOCs menjadi zat yang tidak beracun lagi, sebuah proses yang disebut rhizodegradasi.
Semakin baik pertumbuhan rhizosfer, maka semakin banyak senyawa beracun yang terdegradasi. Dalam proses ini, tanaman mengeluarkan eksudat akar yang merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang mampu mendegradasi polutan.
Studi ini membuktikan adanya peran sinergis antara struktur fisik tanaman dan komunitas mikroba yang tinggal di sekitar akar dalam proses fitoremediasi (proses pembersihan polutan di lingkungan menggunakan jasa tanaman).
Pembersihan senyawa VOCs oleh tanaman adalah hasil dari efek gabungan antara penyerapan fisik oleh tanaman dan degradasi metabolik oleh mikroorganisme.
Investasi Hijau untuk Udara Sehat dan Produktivitas
Temuan ini menegaskan bahwa menempatkan tanaman hias di dalam ruangan bukan lagi soal estetika dan tren dekorasi, melainkan langkah strategis berbasis sains untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat.
Peningkatan kualitas udara dalam ruangan terbukti dapat membuat udara terasa lebih segar dan nyaman bagi karyawan. Lingkungan kerja yang bebas dari senyawa beracun VOCs membuat karyawan dapat lebih fokus bekerja dan produktif dalam beraktivitas. Juga, udara yang sehat membuat tingkat stress dalam pekerjaan menurun dan mengurangi jumlah absensi atau izin tidak masuk kerja akibat sakit.
Bagi jutaan karyawan yang menghabiskan sebagian besar waktunya di gedung perkantoran, tanaman-tanaman hias seperti Sirih Gading atau Lili Perdamaian adalah solusi alami yang “murah dan berkelanjutan” dibandingkan membeli pemurni udara elektronik yang mahal dan boros listrik.
Mereka tidak hanya dapat mempercantik ruangan, tetapi juga bekerja tanpa henti sebagai pemurni udara alami (air purifier).
Maka, sudah saatnya kita melihat kembali tanaman di sekitar kita. Memulai dengan satu pot Sirih Gading atau Sri Rejeki di meja kerja atau di sudut ruang kerja kita. Bagi perusahaan atau manajer gedung perkantoran, menerapkan kebijakan “kantor hijau” adalah investasi cerdas untuk kesehatan, produktivitas karyawan dan citra perusahaan.
Dengan demikian, solusi untuk bernafas lebih sehat ternyata lebih dekat dari yang kita duga, bukan pada mesin elektronik yang mahal, melainkan ada pada hijaunya kehidupan di sudut ruang kerja kita.
Referensi
Wang CH., Shi GY., Du LT., Ni XL., Hu Y., Pang DB., Meng JH. 2024. The source of volatile compounds pollution and its effect on ozone in high-altitude areas. Ecotoxicology and Environmental Safety 286: 117221.
Montaluisa-Mantilla MS., Lebrero R., Garcia-Encina PA., Munoz, R. 2026. Elucidation of the mechanisms of VOC removal in botanical filters during indoor air treatment in a test chamber. Building and Environment 287: 113775.
Oleh: Sasi Gendro Sari, dosen Biologi FMIPA ULM sekaligus kandidat Doktor pada Bidang Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB University.
