Di satu sisi, hal ini dipandang sebagai langkah strategis demi pemerataan pembangunan.
Baca juga: Pemkab Kotabaru bangun kantor desa tingkatkan layanan
Namun di sisi lain, terdapat kekhawatiran besar terkait dampak yang menyertai.
Rencana pemindahan ibu kota kabupaten yang berdampingan dengan Selat Makassar tersebut merupakan langkah strategis untuk mengatasi masalah kepadatan penduduk, ketimpangan pembangunan, dan menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Kabupaten Kotabaru yang terletak di bagian tenggara Provinsi Kalimantan Selatan, berencana pindah lokasi ibu kota kabupaten guna mendukung pengembangan wilayah yang lebih merata dan mengurangi tekanan terhadap ibu kota yang ada.
Tak dapat dimungkiri, pusat pemerintahan yang selama ini berada di Pulau Laut Utara memiliki tantangan geografis, seperti akses ke daratan utama Kalimantan cukup terbatas dari segi transportasi maupun distribusi layanan publik.
Dengan memindahkan pusat pemerintahan ke Pulau Laut Utara, diharapkan aksesibilitas dan efisiensi birokrasi meningkat, serta mendorong pertumbuhan kawasan yang selama ini tertinggal.
Rencana pemindahan Ibu Kota Kabupaten Kotabaru dari Pulau Laut Sigam ke wilayah Pulau Laut Utara tak hanya menyangkut pemindahan fisik bangunan pemerintahan.
Tetapi juga menyentuh sejumlah lapisan penting pada sendi kehidupan masyarakat.
Akses terhadap teknologi informasi, kelestarian lingkungan, serta keberlangsungan pemukiman warga.
Dua isu tersebut yang perlu mendapat perhatian lebih serius agar proses pemindahan tidak justru menciptakan masalah baru.
Baca juga: Wamen LH dan Sekda Jabar kunjungi Kompleks Pabrik Indocement Citeureup
Blind Spot Perencanaan
Banyak masyarakat berpendapat bahwa pemindahan Ibu Kota Kotabaru harus diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai.
Hal ini mencakup jalan, transportasi publik, dan fasilitas umum lainnya untuk mendukung mobilitas dan aksesibilitas.
Infrastruktur merupakan salah satu aspek krusial memindahkan Ibu Kota Kabupaten Kotabaru, karena berfungsi sebagai fondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan daerah.
Pembangunan infrastruktur yang memadai, seperti jalan raya, jembatan, dan sistem transportasi publik, akan meningkatkan konektivitas antarwilayah, mempermudah akses masyarakat terhadap layanan publik, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Selain itu, infrastruktur yang baik juga dapat menarik investasi dari pihak swasta, yang akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Baca juga: Wabup hadiri Paripurna terkait LKPJ Bupati 2024
Pentingnya infrastruktur tidak hanya terbatas pada aspek fisik, tetapi juga mencakup infrastruktur digital, seperti jaringan internet yang cepat dan andal, yang sangat diperlukan pada era digital saat ini.
Selain itu, infrastruktur telekomunikasi yang baik, termasuk jaringan internet dan seluler yang cepat dan andal, juga sangat penting untuk mendukung komunikasi dan akses informasi.
Keterhubungan yang optimal antara infrastruktur fisik dan telekomunikasi akan menciptakan ekosistem yang lebih efisien, karena masyarakat dapat dengan mudah berinteraksi, berbisnis, dan mengakses layanan pendidikan serta kesehatan.
Salah satu tantangan yang masih jarang dibicarakan, namun sangat krusial terkait pemindahan Ibu Kota Kabupaten Kotabaru, yakni persoalan kesenjangan infrastruktur digital, terutama masalah blind spot telekomunikasi di sekitar area perkantoran wilayah baru.
Di era transformasi digital, keberadaan jaringan komunikasi yang andal bukan sebagai pelengkap, melainkan fondasi utama bagi pelayanan publik, sistem pemerintahan elektronik (e-government), pendidikan daring, serta koordinasi instansi pemerintah.
Ironisnya, beberapa titik di sekitar lokasi yang direncanakan sebagai pusat pemerintahan masih mengalami keterbatasan sinyal seluler dan belum sepenuhnya terjangkau jaringan internet berkecepatan tinggi.
Hal ini berisiko menciptakan paradoks bahwa pemerintah dipindahkan ke lokasi yang justru belum siap menopang fungsi administratif modern secara digital.
Baca juga: Bupati tinjau area perkantoran ajak sejumlah kepala dinas

Tanpa konektivitas yang memadai, berbagai layanan seperti sistem informasi kependudukan, pengelolaan keuangan daerah, serta layanan terpadu satu pintu (PTSP) berpotensi mengalami gangguan serius.
Bahkan, koordinasi antarinstansi dan akses masyarakat terhadap pelayanan daring akan terhambat. Ini jelas akan berdampak negatif terhadap produktivitas birokrasi dan efektivitas pelayanan publik.
Untuk itu, sebelum proses pemindahan dilakukan secara menyeluruh, pemerintah daerah bersama kementerian terkait harus segera melakukan pemetaan digital terhadap area blank spot di wilayah tersebut.
Langkah ini dapat menjadi dasar untuk perencanaan pembangunan infrastruktur digital yang tepat sasaran.
Pemerintah juga perlu menggandeng penyedia layanan internet dan operator telekomunikasi melalui kerja sama strategis berupa investasi pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS), pemasangan jaringan fiber optik, maupun penggunaan teknologi satelit untuk area terpencil.
Tidak kalah penting, pembangunan infrastruktur digital ini harus diintegrasikan melalui dokumen perencanaan tata ruang dan rencana induk pemindahan ibu kota agar menjadi bagian tak terpisahkan dari visi jangka panjang daerah.
Dengan pendekatan tersebut, ibu kota baru bukan hanya siap secara fisik, tetapi juga tangguh secara digital.
Hal ini syarat mutlak jika ingin mendorong Kotabaru menjadi kabupaten yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan mampu bersaing di era digital.
Baca juga: Pembangunan Pusat Perkantoran Ditawarkan Investor
Tidak Ulangi Kesalahan Masa Lalu
Isu lain yang tak kalah penting mengenai dampak ekologis dan sosial dari pemindahan ini.
Pemilihan lokasi baru yang berada di wilayah Pulau Laut Utara berarti akan ada alih fungsi lahan berskala besar untuk kantor pemerintahan, jalan, hingga pemukiman aparatur sipil negara (ASN).
Ini bisa memicu deforestasi, perubahan aliran air, hilangnya ruang resapan, serta meningkatkan risiko bencana ekologis seperti banjir dan tanah longsor.
Tak hanya itu, pemindahan ini juga menyentuh kehidupan warga sekitar yang kemungkinan terdampak proses pembebasan lahan.
Banyak dari warga tersebut yang telah menempati lahan turun-temurun, meskipun mungkin belum memiliki sertifikat formal.
Ketika pembangunan berlangsung tanpa pendekatan partisipatif dan perlindungan hak, maka konflik sosial tak bisa dihindari.
Pemerintah harus memastikan ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan secara transparan dan partisipatif.
Selain itu, perlu diberlakukan peta zona aman yang menghindari kawasan rawan bencana dan ekosistem penting.
Bagi warga yang terdampak, harus ada kompensasi yang adil, relokasi yang layak, serta jaminan hak atas tanah dan penghidupan di tempat baru.
Baca juga: Bupati kotabaru resmikan Kantor kecamatan Pulau Laut Sigam

Tidak Memaksakan
Pemindahan ibu kota merupakan keputusan besar dan menyeluruh.
Ia bukan sekadar pemindahan kantor, melainkan transformasi ruang hidup dan ruang kerja masyarakat.
Oleh karena itu, proses harus dilakukan dengan pikiran jernih, berbasis data, dan mengedepankan keberlanjutan lingkungan serta keadilan sosial.
Jangan sampai rencana yang dimaksudkan untuk memajukan kabupaten ini justru menyisakan ketimpangan digital dan luka ekologis serta sosial yang mendalam.
Perencanaan tata ruang merupakan elemen kunci dalam pengembangan wilayah, terutama dalam mendukung fungsi pemerintahan dan pembangunan daerah.
Saat ini, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, telah menetapkan Desa Sebelimbingan Kecamatan Pulau Laut Utara sebagai pusat pemerintahan dengan tujuan menciptakan tata ruang yang ideal dan terstruktur.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan publik serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pengembangan infrastruktur dan fasilitas pendukung.
Membangun masa depan Kotabaru tidak boleh tergesa-gesa.
Ia harus dilakukan dengan kepala dingin, hati terbuka, dan partisipasi seluas-luasnya.
Baca juga: Kotabaru Perlu Pusat Perkantoran Perusahaan
Penulis: Mahasiswa Doktor
Program Studi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat