Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) II yang membahas Raperda tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut, H Iberahim Noor mengemukakan itu di Banjarmasin, sebelum bertolak melakukan studi komparasi, Rabu.
Raperda tentang BPR di Kalsel itu mengenai rencana perubahan status badan hukum dari bentuk perusahaan daerah (perusda/pd) menjadi perseroan terbatas (pt), serta menggabungkan 22 BPR di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut.
"Kita perlu mempelajari BPR di kedua provinsi tersebut (Jatim dan Jabar) sebagai perbandingan/bahan masukan dan jangan salah dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang BPR itu," tuturnya menjawab Antara Kalsel.
Pasalnya berdasarkan informasi, lanjut wakil rakyat dari Partai NasDem itu, terkait BPR milik Pemprov Jatim dan Jabar ada perbedaan dengan Raperda tentang BPR di Kalsel yang kini sedang dalam pembahasan anggota DPRD setempat.
Ia menerangkan, berdasarkan informasi, Perda tentang Perubahan Status Badan Hukum dan Perda tentang Penggabungan BPR tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri pada kedua Provinsi Jatim Jabar.
Sementara Raperda tentang BPR di Kalsel yang kini sedang dalam pembahasan, mengenai perubahan status badan hukum dan penggabungan, rencananya hanya dalam satu perda saja.
Begitu pula mengenai penggabungan BPR milik pemprov tersebut, perlu kajian yang lebih mendalam, lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel IV/Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) itu.
Sebagai contoh penggabungan BPR milik pemprov tersebut di Jatim pada tingkat provinsi, berbeda dengan Jabar yang menggunakan sistem zona atau wilayah kabupaten/kota.
"Kita perlu mengkaji positif - negatif dari sistem penggabungan BPR oleh Pemprov Jatim dan Jabar tersebut, sehingga mana yang cocok atau memungkinkan dalam penggabungan BPR di Kalsel nanti," demikian Iberahim Noor.