Ketua Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalsel Muhammad Yani Helmi mengatakan BPR sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) memiliki peran strategis sebagai perpanjangan tangan pemerintah daerah dalam memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat.
Baca juga: BPK-RI: LKPD 2023 Kabupaten Batola layak mendapatkan Opini WTP
“BPR harus menjadi mitra yang memudahkan UMKM memperoleh modal usaha sekaligus mencegah masyarakat terjerat pinjaman online,” kata Yani Helmi usai memimpin rapat kerja bersama delapan BPR se-Kalsel di Banjarmasin, Selasa.
Ia menjelaskan Pemerintah Provinsi Kalsel akan memberikan suntikan dana bagi BPR, dengan harapan pemerintah kabupaten/kota turut menambah modal.
Namun, untuk memperkuat landasan hukum dan tata kelola, status badan hukum BPR harus diubah menjadi perseroan daerah (Perseroda) yang ditargetkan dapat terealisasi pada 2026.
“BPR ini sifatnya non-profit, sehingga sulit mengharapkan keuntungan besar, tetapi keberadaan BPR sangat vital untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan,” ujarnya.
Baca juga: Pemprov tak ingin PT Bank Kalsel jadi BPR
Saat ini, jumlah BPR se-Kalsel tersisa delapan unit dari sebelumnya 22 unit, yaitu PT. BPR Martapura Banjar Sejahtera (Kabupaten Banjar), PT. BPR Tapin Sejahtera (Kabupaten Tapin), PT. BPR Hulu Sungai Selatan (Kabupaten HSS), dan PT. BPR Candi Agung Amuntai (Kabupaten HSU).
Kemudian, PT. BPR Sanggam Cipta Sejahtera Balangan (Kabupaten Balangan), PT. BPR Tabalong Bersinar (Kabupaten Tabalong), PT. BPR Tanah Laut (Kabupaten Tanah Laut), dan PT. BPR Kotabaru (Kabupaten Kotabaru).
Anggota Komisi II DPRD Kalsel Dewi Raisha Aprilia menambahkan keberadaan BPR daerah harus dimanfaatkan maksimal untuk membantu UMKM dan masyarakat kecil menghindari jeratan pinjaman berbunga tinggi.
“Banyak warga mengeluh karena terjebak pinjol, sehingga BPR harus hadir sebagai solusi,” tegas legislator dari daerah pemilihan Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong itu.
Baca juga: Bank Kalsel diharapkan jangan jadi "BPR"

