Kabid Peternakan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Banjarbaru, Kalimantan Selatan Sugiono di Banjarbaru, Selasa mengatakan, kasus gigitan dan penderita positif selalu ada.
"Kasus gigitan cukup banyak bahkan cenderung meningkat dan orang yang terkena gigitan kemudian dinyatakan positif terkena rabies juga pasti ada setiap tahun," ungkapnya.
Disebutkan, jumlah kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) mengalami peningkatan setiap tahun sejak tahun 2012 kecuali tahun 2015 menurun dan meningkat lagi pada 2016.
Dirincikan, jumlah kasus gigitan ada 12 kasus pada 2012 meningkat menjadi 42 kasus pada 2013, lalu 41 kasus pada 2014, turun jadi 22 kasus pada 2015 dan naik lagi menjadi 51 kasus pada 2016.
"Peningkatan kasus gigitan HPR bisa jadi karena hewan terutama anjing yang menjadi lebih ganas saat musim kawin termasuk kedekatan manusia dengan hewan seperti kucing," ucapnya.
Menurut Sugiono didampingi staf drh Widodo, peningkatan kasus gigitan juga karena koordinasi yang baik dengan petugas medis di RSUD Banjarbaru yang selalu melaporkan kasus gigitan.
"Setiap ada kasus gigitan, petugas medis RSUD Banjarbaru selalu melapor kepada kami dan menyampaikan alamat sehingga orangnya bisa didatangi dan hewannya ditangani," ujar dia.
Ditambahkan Widodo, setiap orang yang digigit HPR harus ditangani secara cepat dan benar, termasuk hewannya yang menggigit untuk memastikan ada tidaknya virus rabies.
"Orang yang digigit harus mendapat suntikan Virus Anti Rabies (VAR) di rumah sakit dan hewannya langsung dibunuh atau diobservasi untuk memastikan ada tidaknya virus rabies," ujarnya.
Dikatakan, orang yang digigit HPR harus mendapat suntikan VAR sebanyak tiga kali dan jangan sampai timbul gejala setelah digigit karena bisa membawa kematian dalam waktu singkat.
"Penanganan orang yang habis digigit HPR harus cepat dan jangan sampai dibiarkan karena jika muncul gejala apalagi terlambat diberi vaksin bisa membawa kematian," katanya.