Banjarmasin (ANTARA) - Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Selatan Firman Yusi menegaskan penyebar video kasus kekerasan terhadap pelajar SMAN di Banjarmasin dapat dipidanakan dan dijerat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Penyebarluasan dokumen foto, video dan materi lain terkait kasus SMAN 7 Banjarmasin dapat dikategorikan pelanggaran Undang Undang (UU) No 23 Tahun 2002," ujar Firman Yusi kepada Antara Kalsel di Banjarmasin, Selasa sore.
Baca juga: Kasus SMAN 7 Banjarmasin diharapkan tak terulang
Pasalnya, Firman menuturkan UU Nomor 23 Tahun 2002 memuat larangan pengungkapan jati diri anak, baik pelaku maupun korban dan saksi anak untuk kasus anak berhadapan dengan hukum.
Firman meminta media massa terutama anggota "Press Room" DPRD Provinsi Kalsel turut mengimbau masyarakat supaya berhenti mempublikasikan dokumen kekerasan tersebut.
Firman menyatakan larangan menyebarluaskan kejadian pada 31 Juli 2023 tersebut melalui media sosial (Medsos) maupun media lain.
"Sebab hal itu melibatkan anak, baik sebagai pelaku maupun korban," ujar Firman.
Baca juga: SMAN 1 Banjarmasin lahirkan generasi cerdas dan berdaya saing
Mantan anggota DPRD Kabupaten Tabalong itu mengharapkan peristiwa anak didik SMAN tersebut menjadi pembelajaran agar kasus serupa atau bentuk kekerasan lain tidak terulang di seluruh sekolah.
Begitu pula media massa berupa cetak maupun elektronik tidak memberitakan agar mendinginkan suasana atau situasi dan kondisi yang berpotensi menimbulkan dampak negatif lain.
Sebelumnya, seorang pelajar pada salah satu SMAN di Banjarmasin, menjadi korban penganiayaan menggunakan senjata tajam yang dilakukan siswa lain ABH usai apel pagi di sekolah pada Senin kemarin.
Pelaku menusuk ABH karena bermotifkan dendam yang kerap mendapatkan "bully".
Baca juga: SMAN 1 Banjarmasin jawara CCM Dies Natalis ke-36 STKIP PGRI Banjarmasin