Banjarmasin (ANTARA) -
Upaya pelestarian Balai Adat Malaris di Desa Loklahung, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan sebagai bagian situs Geopark Meratus terus dilakukan.
Balai Adat Agama Kaharingan Suku Dayak yang tinggal di pegunungan Meratus di Loksado tersebut berkurang sekitar 50x45 meter, sangat besar, berdinding anyaman bambu dan dengan konstruksi hampir semua kayu.
Balai Adat Malaris ini dibangun sekitar 20 tahun lalu oleh pemerintah, kata salah seorang penduduk di sekitar balai tersebut bernama Wardiansyan (70), di Loksado, Minggu, mengganti balai adat lama yang sudah tua.
Menurut dia, hingga kini balai adat masih berfungsi, utamanya untuk kegiatan ritual-ritual khusus seperti aruh adat.
Balai Adat merupakan bagian tidak terpisahkan dari budaya dan kehidupan suku di sana, sebab tidak hanya sebagai tempat melaksanakan ritual, namun juga tempat tinggal.
Karenanya di dalam balai adat tersebut, ada bilik-bilik atau layaknya kamar-kamar sebagai tempat ditinggali setiap keluarga, semua rukun bersama, bergotong royong dalam memenuhi kebutuhan sandang maupun pangan.
Kehidupan suku Dayak Meratus kental dengan kekeluargaan, persatuan dalam satu atap bangun yang mungkin sudah ratusan tahun lamanya, tercermin dari gambaran nyata pada balai adat tersebut.
Meskipun sekarang era moderen sudah masuk ke wilayah dan kebudayaan mereka. Memang kondisinya sudah jauh mulai berubah, Balai Adat Malaris tidak lagi ditinggali.
Namun, kekentalan budaya dan kepercayaan nenek moyang mereka di sana tetap dijaga lestari, balai adat tetap menjadi bagian terpenting yang tidak bisa dipisahkan dari identitas kehidupan mereka, termasuk alam di sana.
Karena di balai adat itu, mereka bisa melaksanakan berbagai ritual, dari syukuran rezeki melimpah dari bumi, tolak bala hingga ritual pengobatan tradisional.
Badan Pengelola Geopark Pegunungan Meratus memastikan pelestarian Balai Adat Malaris harus terus dilakukan, karena masuk 54 situs dalam areal seluas 3.342 kilometer persegi Geopark Meratus Nasional Indonesia di Kalsel yang kini diusulkan untuk diakui UNESCO Global Geopark (UGGp).
Tenaga Ahli Badan Pengelola Geopark Pegunungan Meratus Nur Arif di Loksado, Minggu, mengungkapkan, situs Balai Adat Malaris menjadi prioritas karena terbesar di kawasan Geopark Meratus.
"Yang menariknya lagi balai itu sebagai tempat hunian keluarga Suku Dayak, terlihat ada bilik-biliknya di dalam itu," ujarnya.
Keunikan budaya dan kehidupan masyarakat Suku Dayak Meratus di balai adat ini tentunya, kata Arif, menjadi daya tarik tersendiri bagi sektor pariwisata.
Karena, ucap dia, situs geopark atau "taman bumi" tidak bisa terpisahkan dari pengembangan sektor pariwisata, sehingga berdampak pada masyarakat sekitarnya.
"Situs Geopark itu harus berdekatan dengan masyarakat, memberikan dampak pada masyarakat sekitarnya," ujarnya.
Karena geopark itu fungsinya harus bisa untuk pendidikan, konservasi dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Menurut Arif, BP Geopark Meratus dan Pemprov Kalimantan Selatan terus berupaya untuk membantu upayakan pelestarian hingga pengembangan bagi situs-situs ini agar memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.