New York (ANTARA) - Harga minyak mentah berjangka rebound pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), mengurangi kerugian dari sesi sebelumnya setelah anjlok hampir empat persen terseret kekhawatiran permintaan di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi di ekonomi terbesar dunia.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni, terkerek 0,46 dolar AS atau 0,62 persen, menjadi menetap di 74,76 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni meningkat 0,68 dolar atau 0,88 persen, menjadi ditutup pada 78,37 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
"Kenaikan kecil harga minyak mentah disebabkan short-covering dari aksi jual selama beberapa hari terakhir," kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Harga minyak mentah WTI dan Brent turun ke level sebelum pengumuman pengurangan produksi sukarela oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya pada awal April.
Pedagang minyak membeli kembali minyak, karena harga murah setelah kemunduran baru-baru ini, kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.
Meningkatnya selera risiko di pasar dunia memberikan dukungan material untuk minyak WTI di sesi perdagangan Kamis (27/4), menurut Zernov.
"Harga minyak mentah menemukan dukungan setelah beberapa data beragam terus mendukung kasus Fed untuk tetap dalam mode pengetatan," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, pemasok layanan perdagangan multiaset daring.
Pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 1,1 persen pada kuartal pertama tahun ini dari 2,6 persen pada kuartal terakhir 2022, sementara klaim pengangguran mingguan AS turun menjadi 230.000 pada pekan yang berakhir 22 April dari 246.000 pada minggu sebelumnya, menurut data yang dirilis pada Kamis (27/4) pagi.
Perekonomian AS sedang menuju masa sulit, tetapi mungkin masih ada satu kuartal yang baik sebelum resesi dimulai, menurut Moya.
Baca juga: Minyak anjlok ke 74,30 dolar AS per barel
Baca juga: Minyak turun tertekan kekhawatiran penguatan dolar
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budisantoso Budiman