Banjarbaru (ANTARA) - Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Provinsi Kalimantan Selatan bersama Pena Hijau Indonesia dan Organisasi IAAS Faperta Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin menggelar diskusi lingkungan bertema ‘Nasib Petani dan Simalakama Membakar Lahan.
Kepala Dinas TPH Provinsi Kalimantan Selatan, Syamsir Rahman di Banjarbaru, Jumat, mengatakan permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di Kalsel ini menjadi pokok bahasan hangat dalam kegiatan diskusi lingkungan bertema nasib petani dan simalakama membakar lahan.
“Pemerintah Provinsi Kalsel mendorong agar petani diperbolehkan untuk membakar lahan dalam proses pembersihan dan pembukaan lahan pertanian secara terbatas. Membakar lahan diyakini mampu membasmi hama penyakit, menyuburkan lahan pertanian dan efektif dalam luas lahan," katanya.
Syamsir pada kegiatan tersebut menyampaikan cuaca buruk dan banjir yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir ini, berimbas pada terjadinya gagal tanam dan gagal panen tanaman padi, merebaknya hama sehingga produksi padi Kalsel dalam dua tahun terakhir turun.
“Seperti diketahui salah satu penyebab tingginya harga beras lokal yang ikut mempengaruhi inflasi disebabkan menurunnya produksi padi akibat luas tambah tanam (LTT) 2022 turun seluas 90.107 hektare atau 16,83% dibandingkan tahun 2021,”tuturnya.
Selain itu Produksi padi Kalsel juga mengalami penurunan sebanyak 159.985,77 ton Gabah Kering Giling atau 15,74% dibandingkan produksi padi tahun sebelumnya. "Produksi padi kita 883 ribu ton masih ada surplus 38 ribu ton lebih, ini menjadi tantangan kita karena tahun-tahun sebelumnya produksi padi kita mencapai 1,1 juta ton.
“kegiatan pembukaan dan pengolahan lahan dengan cara membakar ini bertentangan dengan kelestarian lingkungan, namun UU 32 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 69 ayat 2 telah mengatur tentang lokal perizinan, inilah yang harus kita carikan solusi terbaiknya,” tegas Syamsir.
Pembina IAAS LC ULM, Prof Fadli H Yusran pada kesempatan yang sama mengatakan Praktek ladang berpindah sudah ada seiring peradaban manusia.
"Petani sudah sejak ribuan tahun melakukan pembukaan lahan dengan membakar tetapi tidak terbukti merusak lingkungan. Sebagai contoh praktek ladang berpindah masyarakat pegunungan yang merupakan warisan budaya mereka," ujarnya.
Akademisi Universitas NU Kalsel, Berry Nahdian Furqon menambahkan dengan mengambil contoh kasus penindakan perusahaan perkebunan yang terbukti membakar lahan seluas 1.500 hektare di Kalsel.
"Pangan merupakan sesuatu yang sangat vital bagi sebuah negara. Provinsi Kalsel sebenarnya sudah memiliki Perda no 1 tahun 2008 tentang pengendalian karhutla, namun belum mengatur mengenai kearifan lokal membakar lahan, sehingga perlu kita dorong agar direvisi," ungkapnya.
Kegiatan diskusi lingkungan ini merupakan rangkaian dari ajang Pena Hijau Award 2023 yang digelar di Aula lantai 2 Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH), Provinsi Kalsel. Kegiatan ini mendapat dukungan berbagai pihak seperti Serikat Petani Indonesia, PT Adaro Indonesia, Biji Kopi, Baramarta, Bulog Divre Kalsel dan Pupuk Indonesia.