Permainan alat musik tiup kuriding akan dijadikan sebagai pengantar atau pembuka setiap pementasan kebudayaan yang diadakan di Kalimantan Selatan baik itu pemerintah atau swasta mengingat alat dan pemainnya saat ini sudah langka makanya harus dilestarikan kembali.
Hal tersebut ditegaskan oleh Dr.Zulkifli Musaba, M. Pd dalam makalah berjudul "Mencermati Kebudayaan Banjar" dengan sub judul Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangannya pada acara Diskusi Budaya "Manalapaki Wan Manahapi Hal Urang Banjar" di Gedung Taman Budaya Kalimantan Selatan (Kalsel) Jalan Brigjen Hasan Basri.
Menurut Zulkifli Musaba, saat ini jarang sekali terdengar orang memainkan alat musik tiup kuriding tersebut karena susah membuatnya dan susah pula memainkannya.
"Terakhir saya mendengar musik kuriding pada saat Kongres Budaya Banjar II 2010 lalu, dimana saat itu beberapa orang yang memainkannya berasal dari Kabupaten Barito Kuala salah satunya seorang perempuan", kata Zulkifli.
Setelah itu, tambah dia, hingga sekarang kurang lebih satu tahun tidak pernah lagi mendengar musik khas Kalsel tersebut.
Mederator diskusi, H Adjim Arijadi, menanggapi paparan Zulkifli yang juga dosen Universitas Lambung Mangkurat jurusan Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dan Daerah tersebut mengatakan usul itu sangat menarik dan patut dimasukan dalam agenda pembahasan hasil diskusi yang dihadiri para tokoh budaya Banjar tersebut.
"Hasil rumusan diskusi ini diharapkan setelah Ramadhan 1432 H nanti sudah selesai dan dapat dipublikasikan ke seluruh warga Kalsel terutama para penggiat budaya termasuk dinas kebudayaan dan pariwisata Kalsel", terang Adjim Arijadi.
Dalam diskusi Budaya "Manalapaki (menelusuri) dan Manahapi (memantapkan) Hal Urang (Orang) Banjar tersebut menampilkan empat orang tokoh budaya sekaligus anggota Lembaga Budaya Banjar Kalsel sebagai penyaji yaitu Drs.H Syrifuddin R, dengan judul makalah "Identitas Kesenian Daerah", Prof.Dr H Djantera Kawi dengan judul "Orang Banjar" serta Zulkifli Musaba, dengan "Mencermati Kebudayaan Banjar.
Hadir sejumlah pengamat budaya dan kalangan wartawan baik media cetak dan elektornik termasuk dua peni sepuh budaya Banjar Prof.Dr MP Lambut dan Prof.Dra.Yurliani Djohansah.
"Diskusi ini berjalan sukses, dan yang hadir melebihi dari teget kami semula" kata Adjim Arijadi tampa menyebut berapa jumlah undangan yang di sebar.
Dia juga menyampaikan permintaan maaf karena tidak semua hadirin dapat manyampaikan tanggapan makalah yang telah disampaikan para penyaji disebabkan keterbatasan waktu.
Kuriding adalah sebuah alat musik khas Kalimantan Selatan, yang dimainkan oleh seniman dari etnis Bakumpai maupun Banjar dibuat dari enau atau kayu mirip ulin yang bahannya hanya ada di daerah Muara Teweh, Barito Utara Kalimantan Tengah.
Cara memainkan Kuriding adalah tangan kiri memegang tali pendek melingkar yang menahan bilah kayu agar menempelkan di mulut sedang tangan kanan menarik-narik tali panjang yang diikat pada ujung bilah sebelahnya. Terdengar seperti suara angin menderu-deru, diiringi bunyi menghentak-hentak berirama teratur.
Nama alat musik Kuriding diketahui melalui lagu berjudul "Ampat Lima" yang salah satu liriknya adalah "ampat si ampat lima ka ai, Kuriding patah,.." tapi jarang ada yang melihat bentuk alat itu apalagi orang memainkannya./Asm/B
