Hal ini disampaikan Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan setempat Akhmad Rivai di Tanjung, Rabu terkait masih tingginya kasus DBD di Tabalong.
"Tahun lalu kasus DBD mencapai 648 dengan jumlah penderita yang meninggal dunia sebanyak enam orang sedangkan Januari 2016 ada satu kasus meninggal dunia," jelas Rivai.
Banyaknya kasus penyakit yang disebabkan nyamuk Aedes Aigypti di Tabalong sendiri ungkap Rivai dipicu oleh perilaku masyarakat yang masih kurang memperhatikan kesehatan lingkungan serta mobilitas penduduknya yang cukup tinggi.
Jika sebelumnya kasus DBD ditemukan di wilayah perkotaan dengan kepadatang penduduk cukup tinggi seperti Murung Pudak, Tanjung dan Kelua, sekarang pola penyebarannya hingga ke wilayah Utara Tabalong.
Terbukti ditemukannya kasus DBD di Kecamatan Haruai pada bulan ini mencapai 17 orang padahal sebelumnya di wilayah ini angka penderita DBD masih rendah.
"Sekarang DBD sudah menyebar ke wilayah Utara salah satunya di Kecamatan Haruai yang dipicu adanya pabrik semen milik PT Conch South Kalimantan dengan mobilitas pekerjanya yang tinggi," jelas Rivai.
Bahkan satu penderita DBD di Desa Suput Kecamatan Haruai meninggal dunia dari total 49 kasus DBD yang terdata di Dinas Kesehatan setempat.