Barabai (ANTARA) - Permasalahan sampah di Indonesia seolah belum pernah terlihat ujungnya. Selain mencemari lingkungan, ternyata persoalan sampah juga mengancam target nol emisi.
Berdasarkan data Indonesia National Plastic Action Partneship yang dirilis April 2020, sebanyak 67,2 juta ton sampah Indonesia masih menumpuk setiap tahunnya, dan 9 persen nya atau sekitar 620 ribu ton masuk ke sungai, danau dan laut.
Di Indonesia diperkirakan sebanyak 85.000 ton sampah dihasilkan per harinya, dengan perkiraan kenaikan jumlah mencapai 150.000 ton per hari pada tahun 2025. Jumlah ini didominasi oleh sampah yang berasal dari rumah tangga, yang berkisar antara 60 hingga 75 persen.
Sedangkan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengelolaan Sampah dan Limbah Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (LHP) HST Ahmad Syafaat menyebutkan, dari 20 truk angkutan, setiap hari pihaknya mengangkut sampah rumah tangga ke tempat pembuangan sampah (TPA) Telang, sebanyak 25 angkutan yang per-angkutan rata-rata 2 ton.
"Jadi, ada sekitar 50 ton per hari yang diproses di TPA Telang. Namun sampah yang diangkut tersebut merupakan hasil reduce, sedangkan sampah yang mempunyai manfaat di pilah di bank sampah dan Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R)," kata sarjana teknik tersebut.
Ironisnya, penumpukan ini diperkirakan akan terus bertambah apabila tidak ada kebijakan tegas untuk sampah plastik yang berakibat pada pencemaran ekosistem dan lingkungan.
Seperti diketahui, dampak dari persoalan sampah terhadap lingkungan ini sangatlah jelas. Mulai dari pencemaran sungai, menghambat proses air tanah, pencemaran tanah dan membuat air serta tanah menjadi tidak sehat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.
Tidak hanya itu, saat sampah berada di daratan dan kemudian dibakar, banyak yang tidak menyadari nya bahwa hal itu ternyata juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang baru.
Masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan penuh sampah ini juga secara langsung akan terdampak seperti lingkungan kotor, polusi sampah, yang bisa memicu terjadinya masalah kesehatan salah satunya yang paling mendominasi adalah gangguan pernapasan.
Serta, dampak berupa bencana hidrometeorologi juga bisa terjadi akibat penumpukan sampah ini. Gas metana yang dihasilkan dari sampah organik tidak terkelola akan meningkatkan terjadinya pemanasan global (global warning).
Pengelolaan Sampah
Masalah sampah tidak akan ada habisnya, sebab sampah adalah konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Bahkan setiap hari baik rumah tangga maupun industri pasti menghasilkan sampah yang jumlahnya tidak sedikit.
Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu hingga ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan serta dapat mengubah perilaku masyarakat.
Karena itu, kebersihan suatu kota itu tentunya membutuhkan biaya dan sistem yang baik, namun lebih dari itu perlu paradigma mendasar yang menjadi modal keseriusan pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah bukan jasa yang dikomersialkan hingga didapatkan uang kompensasi dalam penyediaannya. Bukan pula sebuah beban yang harus ditanggung pemerintah hingga terlalu berat mengeluarkan dana membiayai benda yang tak berharga.
Di samping itu, pengelolaan sampah merupakan upaya preventif dalam menjaga kesehatan. Kesehatan sendiri merupakan kebutuhan sosial primer yang dijamin pemerintah selain pendidikan dan keamanan.
Tak ketinggalan, pengelolaan sampah masyarakat tak boleh bertumpu pada kesadaran dan kebiasaan masyarakat, karena selain kedua hal itu tetap dibutuhkan infrastruktur pengelolaan sampah.
Kondisi permukiman masyarakat yang heterogen, adanya pelaku industri yang menghasilkan sampah dalam jumlah banyak, dan macam-macam sampah yang berbeda penanganan nya, meniscayakan peran pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan sampah masyarakat tersebut.
Sejak Tahun 2021 yang lalu Pemerintah Kabupaten HST mengefektifkan penanganan sampah yang berbasis ekonomi. Caranya, menggenjot partisipasi masyarakat dengan memanfaatkan hadirnya Bank Sampah sebagai solusi jangka panjang dalam mengatasi persoalan sampah di Bumi Murakata tersebut.
Bank Sampah
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLHP) HST H Mursyidi menyebut telah menggalakkan pemanfaatan Bank Sampah kepada masyarakat setempat. Selain mampu mengurangi produksi sampah rumah tangga yang dihasilkan warga, ada nilai ekonomis yang didapat bagi warga yang menyetorkan sampahnya di Bank Sampah baik yang dikelola DLHP maupun masyarakat sendiri.
Ia mengatakan, ada keuntungan dari setiap kilogram sampah yang disetorkan. Sampah berupa kardus, kertas bekas, botol plastik, botol kaca, logam dan lain-lainnya bisa dikonversi menjadi tabungan bagi nasabah Bank Sampah.
"Seperti berbagai macam sampah plastik jika disetorkan ke Bank Sampah akan dihargai dari Rp500 hingga Rp500 tergantung jenisnya. Jenis Kertas dari Rp500 sampai Rp2.500," kata Mursyidi.
Sebagaimana diketahui bahwa sampah adalah barang tak berharga yang mampu menjadi masalah jika tidak ditangani dengan tepat. Persoalan sampah bukan masalah sepele yang mudah diatasi, sebab hal ini perlu penanganan serius oleh pemerintah.
Tumpukan sampah yang menggunung di tempat pengumpulan sampah pinggir jalan kerap merusak pemandangan dan mengeluarkan bau busuk. Biasanya hal ini terjadi karena keterlambatan mobil pengangkut sampah menjemput sampah-sampah di tempat pengumpulan.
Kehadiran bank sampah juga seolah menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak mau repot menjemput sampah dari masyarakat. Memberikan iming-iming rupiah untuk mengurangi produksi sampah justru semakin menegaskan kalau pemerintah mengurusi rakyat berdasarkan hitung-hitungan untung rugi.
Kehadiran bank sampah sebenarnya belum cukup untuk mengatasi masalah sampah, sebab bank sampah juga hanya mampu mengolah sampah dalam jumlah terbatas. Namun setidaknya, dengan adanya bank sampah dapat mengurangi beban kerja pemerintah dan sebagai bentuk upaya menyadarkan masyarakat pentingnya memilah sampah.
Diterangkan Mursyidi, saat ini ada lima bank sampah yang dikelola oleh Dinas LHP HST dan sebanyak 722 nasabah telah berpartisipasi, mulai dari warga terdekat, pertokoan hingga perkantoran.
"Dalam lima bulan terakhir, hampir 25 ton sampah yang bisa menjadi berkah dan dimanfaatkan menjadi rupiah. Dari lima bank sampah tersebut ada sekitar Rp42 juta tabungan yang bisa menghasilkan," katanya.
Selain yang dikelola oleh DLHP, dikatakannya, ada sekitar 12 bank sampah yang dikelola oleh masyarakat di beberapa kelurahan dan desa. "Dari 11 Kecamatan, 8 Kelurahan dan 161 Desa di HST, setidaknya nanti kita memiliki 50 bank sampah yang dikelola oleh masyarakat secara mandiri," ujarnya.
Selanjutnya ke depan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi agar setiap desa ada satu bank sampah.
Solusi Pemanfaatan Sampah
Selain program satu desa satu bank sampah, Dinas LHP saat ini juga terus melakukan edukasi ke sekolah-sekolah baik kepada guru maupun murid untuk pemanfaatan sampah plastik menjadi ecobrik.
Sebenarnya, banyak cara dalam mengelola sampah plastik agar tidak berdampak terhadap ekosistem. Pengelolaan tersebut bisa dalam bentuk penyediaan tempat sampah, pembentukan komunitas bank sampah dan mendaur ulang sampah bahan berguna lainnya. Salah satu proses daur ulang yang ramah lingkungan serta tidak biaya tinggi adalah ecobrick.
Ecobrick merupakan pemanfaatan sampah plastik ramah lingkungan yang dijadikan sebagai barang berguna seperti kursi atau meja.
Ecobrick merupakan istilah yang digunakan untuk menamai hasil pengelolaan sampah plastik yang menjadi bata. Kata ecobrick sendiri berasal dari kata "Eco" yang berarti lingkungan dan "brik" yang berarti bata yang jika digabung artinya secara umum menjadi sebuah bata yang ramah lingkungan.
Disebut "bata" karena ia dapat menjadi alternatif bagi bata konvensional dalam membangun bangunan. Ecobrick adalah botol plastik yang diisi dengan limbah non biologis untuk membuat blok bangunan yang dapat digunakan kembali dan mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Dengan ecobrick kita memiliki kesempatan untuk mengubah komunitas dan ekosistem dalam mencerna plastik. Kita dapat mengubah plastik menjadi bermanfaat bagi masyarakat dan ekosistem setempat.
Selain itu, DLHP HST juga melakukan budidaya maggot yang juga merupakan salah satu solusi pemanfaatan sampah. Maggot merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia Illucens dalam bahasa Latin. Tubuh maggot berwarna hitam dan sekilas mirip dengan tawon.
Siapa sangka dibalik itu semua, maggot memiliki potensi untuk dibudidayakan. Budidaya maggot merupakan potensi yang menggiurkan untuk dikembangkan.
larva maggot dewasa mampu memakan sampah organik sebanyak dua hingga lima kali berat badannya per hari, dengan tidak perlu menggunakan lahan atau wadah yang besar. Ulat tersebut juga memiliki siklus perkembangan dari telur yang ditetaskan oleh lalat tentara hitam (BSF) menjadi bayi larva sampai tujuh hari.
Kemudian menjadi larva maggot dewasa selama 21 hari, hingga menjadi pupa yang meninggalkan cangkang dan kembali menjadi lalat dengan total siklus hidup selama 40-44 hari.
Semua bisa dijual, mulai telur, larva, dan pupa bisa dijual, cangkang pupa bisa buat tanaman, larva dewasa buat pakan ikan dan unggas dan segala aspek ada manfaatnya. Dengan cara ilmiah itu, sampah terutama sampah organik rumah tangga atau warung bisa dikurangi dengan waktu relatif cepat tanpa menghasilkan pencemaran namun memiliki nilai ekonomi.
Di pasaran lapak daring, per kilogram larva maggot kering untuk pakan ikan dihargai kisaran Rp50 ribu hingga Rp 60 ribu. Sedangkan pupa per 500 gram dijual kisaran Rp50 ribu-Rp 52 ribu untuk calon lalat BSF.
Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah Dinas LHP HST Ahmad Syafaat menambahkan, ke depan pihaknya juga akan membangun pabrikasi paving block dari sampah plastik.
"Saat ini masih kami kaji cara pembuatannya dan alatnya, mengingat prospek nya sangat menjanjikan dan menguntungkan. Paving block berbahan sampah plastik tersebut telah digunakan di dunia konstruksi," tutupnya.
Masalah sampah dan upaya Pemkab HST mengatasinya
Jumat, 25 Februari 2022 13:43 WIB