Banjarmasin (ANTARA) - Korban salah tangkap yang dilakukan oleh oknum anggota Polres Hulu Sungai Utara (HSU) menuntut unsur pidana dari laporannya ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Selatan diproses.
"Harapan kami kasus ini bisa terang benderang dan tuntas dalam dalam hal penyelesaiannya. Bagi oknum yang terbukti melakukan pelanggaran proses hukum secara tegas," kata M Pazri selaku kuasa hukum korban salah tangkap bernama M Rafi'i alias Gaston di Banjarmasin, Kamis.
Hari ini korban M Rafi'i didampingi kuasa hukumnya memenuhi panggilan penyidik Subdit 1 Ditreskrimum untuk diperiksa. Ada 23 pertanyaan terkait kronologis penangkapan yang dilontarkan penyidik.
Korban juga menghadirkan dua orang saksi yang melihat langsung proses penangkapan hingga adanya tembakan peringatan dari polisi.
Ditegaskan Pazri, penangkapan yang dilakukan Satuan Reskrim Polres HSU itu tidak sesuai SOP bahkan memenuhi unsur pidana di KUHP dan melanggar Peraturan Kapolri.
"Makanya kami uji apakah ada unsur pidananya sesuai Pasal 351 dan 170 KUHP, dimana pelapor telah menjadi korban penganiayaan dan pengeroyokan oleh oknum petugas," tegas pengacara dari Borneo Law Firm itu.
Selain unsur pidana, Pazri juga memastikan terus mengawal laporan korban di Bidang Propam Polda Kalsel agar ada sanksi secara internal di Kepolisian.
Sementara M Rafi'i mengaku terjadinya pemukulan oleh oknum anggota tersebut ketika proses interogasi awal sesaat setelah ditangkap di Sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jalan Lingkar Walangsi-Kapar, Desa Banua Budi, Kabupaten HST pada Rabu (8/ 9).
"Saya tidak sanggup lagi menahan sakitnya hingga mengaku saja melakukan pencurian yang dituduhkan. Setelah dibawa ke Polres HSU, baru saya tegaskan bukan pelakunya dan akhirnya dibebaskan dan mendapat uang Rp100 ribu untuk ongkos pulang," bebernya.
M Rafi'i tercatat sebagai mahasiswa semester delapan di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Washliyah Barabai dan juga kader HMI.