Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Pengamat Politik dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Sealtan, M Rifqinizamy Karsayuda mengingatkan agar seluruh pihak mewaspadai beberapa potensi konflik dalam proses pemilihan kepala daerah terutama akibat dualisme kepengurusan partai politik.
Hal tersebut disampaikan Rifqi yang juga Praktisi Hukum Tata Negara, saat menjadi narasumber pada acara Dialog Publik Pemilukada 2015 Provinsi Kalsel di Aula Sasana Sanggam Kantor Kesbangpol Linmas Kalsel, di Banjarmasin, Rabu.
Menurut dia, Kalimantan Selatan bakal menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur, bupati dan wali kota pada 2015, sehingga seluruh pihak diharapkan mewaspadai potensi terjadinya konflik.
"Titik konflik Pemilukada ada di KPU. Salah satu yang memicu konflik adalah dualisme kepengurusan partai," katanya.
Masalah tersebut, kata dia, tentu akan jadi konflik cukup besar, apabila ada satu calon diajukan partai kubu A sedangkan kubu B juga mengajukan calon.
Seharusnya, lanjut dosen Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin itu, pimpinan elit partai di pusat tidak perlu membawa konflik internal ke daerah, untuk menghindari konflik yang meluas hingga ke cabang-cabang.
"Mestinya pengurus partai di daerah tidak perlu dibentuk baru, tetap pengurus yang ada," katanya.
KPU, tambah dia, nantinya mau tidak mau mengikuti ketentuan administratif kubu yang diakui negara. "Pesan saya, KPU harus menjalankan tugas sesuai undang-undang, jadi jangan sampai terlibat dalam konflik itu," katanya.
Menurut Rifqi, dengan ketentuan undang-undang yang menyatakan satu pasangan calon bisa maju dengan syarat 20 persen kursi di DPRD, sehingga beberapa partai akan bergabung.
Dengan penggabungan banyak partai itu, lanjut dia, akan menyebabkan calon lainnya tidak kebagian kendaraan politik. Hal ini pun menurutnya juga bisa memicu konflik.
"Kalau memilih jalur independen bukan hal yang mudah, harus melewati verifikasi KPU yang ketat, dan prosesnya juga sangat berpotensi terjadinya konflik," katanya.
Ketua Dewan Ahli Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Maswadi Rauf berpendapat, dengan adanya dualisme kepengurusan partai tersebut, pasti menimbulkan konflik.
Bahkan, kata dia, dengan status dualisme pengurusan parpol tersebut tak bisa menjadi peserta Pemilukada.
"Kan hanya parpol terdaftar di Kemenkumham yang boleh ikut pemilukada. Jadi kalau belum tuntas yang rugi parpolnya," katanya.
Kalau sudah terlanjur dualisme, tambah dia, mau tidak mau pengurus parpol bersangkutan harus menempuh jalur hukum, yang bisa memakan waktu cukup lama, sehingga terancam tidak bisa menjadi peserta Pilkada.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalsel Heriansyah mengharapkan, dinamika terjadinya dualisme kepengurusan parpol ini bisa selesai di organisasi masing-masing, sebelum memasuki tahapan pendaftaran. Mengenai dualisme tersebut, lanjutnya, KPU berkoordinasi dengan Kemenkumham.
"Tidak hanya soal dualisme saja, kita juga akan meminta dari Kemenkumham kepengurusan partai yang terdaftar. Lalu kami akan menyurati parpol tersebut," katanya.
Mengantisipasi terjadinya konflik Pemilukada, menurut Heriansyah, pihaknya harus bekerja professional dan tidak terlibat kepentingan pihak manapun.
"Kita juga akan koordinasi pihak keamanan untuk meningkatkan kewaspadaaan," katanya.
Waspadai Konflik Akibat Dualisme Kepengurusan Parpol
Rabu, 25 Maret 2015 21:42 WIB
Titik konflik Pemilukada ada di KPU. Salah satu yang memicu konflik adalah dualisme kepengurusan partai,"