Jakarta (ANTARA) - Seratus hari menjelang Paralimpiade Tokyo, Presiden Komite Paralimpiade Internasional (IPC), Andrew Parsons, mengatakan tindakan pencegahan penyebaran virus corona yang diperketat, termasuk pemangkasan besar-besaran jumlah tamu dan ofisial, akan memastikan keselamatan peserta dan masyarakat Jepang.
Parsons, yang mengatakan IPC telah memangkas lebih dari 25 persen kontingen stafnya sendiri, menekankan bahwa "prioritas nomor satu" adalah untuk "melindungi penduduk Jepang."
"Hanya orang yang memiliki (peran operasional) yang akan berada di Tokyo," kata Parsons, dikutip dari Kyodo, Minggu.
"Pengurangan keseluruhan kami (orang) yang bekerja di pertandingan adalah 60 persen."
Setelah pada bulan Maret memutuskan tidak akan ada penonton dari luar negeri, Komite Olimpiade Internasional (IOC), IPC dan pemangku kepentingan Jepang akan membuat keputusan tentang jumlah penonton di tempat kompetisi pada Juni.
Parsons mengatakan beberapa negara mungkin memutuskan untuk tidak mengirim tim, namun dia tidak mengharapkan pengurangan besar dari 4.350 atlet yang diproyeksikan akan berlaga pada Paralimpiade.
"Kami mengantisipasi bahwa kami mungkin tidak mendapatkan 160 (negara). Mungkin ada pengurangan," kata Parsons.
Sejauh ini hanya Korea Utara yang mengumumkan tidak akan mengirim tim ke Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo.
Untuk meningkatkan harapan penyelenggaraan pertandingan yang aman, raksasa farmasi AS Pfizer Inc. dan mitranya dari Jerman BioNTech SE menandatangani nota kesepahaman untuk menyumbangkan vaksin COVID-19 mereka kepada mereka yang berlaga di Olimpiade dan Paralimpiade.
"Ini tidak hanya untuk berkontribusi pada lingkungan yang aman dari Olimpiade, tetapi juga untuk menghormati penduduk Jepang," kata IPC.
Pemerintah Jepang berlomba untuk menginokulasi penduduknya yang berjumlah 126 juta, tetapi dosis yang diberikan di negara itu pada 13 Mei mencapai sekitar 4,9 juta untuk pekerja medis dan sekitar 705.000 untuk orang tua, menurut kantor perdana menteri.
Pemerintah Jepang berupaya untuk memvaksinasi penuh 36 juta orang lanjut usia di negara itu pada akhir Juli, sementara Komite Paralimpiade Jepang akan meminta para atlet divaksinasi antara Juni dan Juli.
"Vaksinasi adalah solusi terbaik yang kita sebagai umat manusia miliki dalam situasi ini," kata Parsons, menambahkan bahwa dia berharap para atletnya akan menerima suntikan vaksin "secepat mungkin."
Dia juga mengatakan tindakan pencegahan COVID-19 yang ketat akan meminimalkan kontak antara peserta dan masyarakat Jepang, membuat kemungkinan penularan virus menjadi lebih rendah.
Peserta Olimpiade dan Paralimpiade akan diminta untuk mengikuti dua tes COVID-19 pada dua hari terpisah dalam waktu 96 jam setelah keberangkatan penerbangan mereka ke Jepang.
Atlet secara efektif akan dites hampir setiap hari, dan semua orang yang menghadiri pertandingan akan dites secara teratur, menurut Parsons.
"Jika kita tidak yakin bisa memberikan permainan yang aman, kita tidak menyelenggarakan permainan,” katanya, mengutip contoh beberapa acara olahraga internasional yang berhasil dilakukan di bawah pembatasan virus corona.
Parsons mengatakan Paralimpiade Tokyo, yang digelar pada 24 hingga 5 September akan menjadi Paralimpiade paling penting dalam sejarah, mengingat dampak pandemi yang tidak proporsional terhadap para penyandang disabilitas di seluruh dunia.
"Mereka telah terpinggirkan selama beberapa dekade dan abad," kata Parsons. Dia menambahkan bahwa pandemi telah menyoroti ketidaksetaraan yang dihadapi oleh para penyandang disabilitas.
"Jadi kita perlu membawa kembali penyandang disabilitas ke pusat acara inklusi. Kita ingin mengubah perilaku masyarakat terhadap penyandang disabilitas di tingkat global," kata Parsons.
"Kami sangat ambisius. Kami ingin pertandingan tersebut mengubah dunia."