Banjarmasin (ANTARA) - Sebuah tim kota pusata yang dibentuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kota Banjarmasin dalam rapat terakhir di rumah makan Pondok Bahari Banjarmasin sepakat untuk memperjuangkan kawasan Sungai Jingah, sebagai kota tua di kota ini.
Dalam diskusi kecil anggota tim kota pusaka yang terdiri dari Akhmad Khuzaimi, Diah , Pidza Anwar, Paman Anum, Mohammad Ari dan Akhmad Arifin, dan yang lainnya. Dari 10 wilayah yang menjadi objek kota pusata di kota ini, maka Sungai Jingah akan menjadi perioritas pembenahan.
Masalahnya, Sungai Jingah terdapat puluhan rumah tua usia ratusan tahun, berada di kawasan pinggiran aliran Sungai Martapura yang muda dijangkau baik darat dan sungai, juga budaya masyarakatnya yang sudah turun temurun menggambarkan kehidupan masyarakat Banjar.
Menurut salah satu anggota tim, Akhmad Arifin, untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai kota tua memang harus ada dukungan sepenuhnya baik oleh pemerintah kota maupun pemerintah provinsi.
Tim kota tua sendiri sudah dijanjikan oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan untuk ikut membenahi kawasan Sungai Jingah tersebut, tinggal bagaimana melobi pihak Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan.
Umpamanya saja, pemeliharaan rumah rumah tua tersebut agak tidak tambah rusak, perbaikan pagar rumah rumah tua, perbaikan lingkungan, pembuatan dermaga air dan sebagainya.
Jika sudah dibenahi maka kawasan tersebut bisa dipublikasikan lebih luas lagi sebagai wilayah destinasi wisata, tambah Akhmad Arifin.
Berdasarkan catatan, nama kampung tua Sungai Jingah berasal dari sungai kecil bernama Sungai Jingah. Sungai ini merupakan Handil, semacam sungai buatan atau saluran yang muaranya di sungai Anjir (sungai buatan lebih besar dari Handil). Sungai Jingah mengalir dan menuju Sungai Andai dan bermuara di Sungai Pangeran.
Penamaan Sungai Jingah kemungkinan karena di wilayah tersebut, sepanjang tepian sungai kecil banyak tumbuh pohon Jingah, semacam vegetasi, tanaman khas rawa-rawa yang sering ditemukan di Banjarmasin dan sekitarnya.
Kampung Sungai Jingah, tertulis dalam register Pemerintah Hindia Belanda tentang kampung-kampung yang terletak di sepanjang Sungai Martapura ke Sungai Barito. Khususnya di wilayah Bandjermasin dan Ommelanden.
Pendataan ini dilakukan .G. Stemler pada akhir bulan Desember 1886 dan dibukukan dalam titel Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch Oost-Indie, volume 22, tahun 1893. Nama Kampung Sungai Jingah ditulis dengan Soengei Djingga.
Kemudian dalam laporan South Coast Of Kalimantan From Tanjung Puting To Selat Laut, Sailing Directions for Celebes, Southeast Borneo, Java (except from Java Head to Batavia), and Islands East of Java yang dirilis Hydrographic Office, 1935, juga memberikan beberapa informasi tentang Sungai Jingah.
Pada laporan yang diterbitkan tahun 1935 tersebut, dituliskan bahwa telah dibangun suar (lampu petunjuk) untuk kapal kapal yang berlayar di Sungai Martapura. Satu diantara lokasi pembangunan suar tersebut adalah di pintu masuk Sungai Djinga.
Sebuah tim kota pusata yang dibentuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kota Banjarmasin dalam rapat terakhir di rumah makan Pondok Bahari Banjarmasin sepakat untuk memperjuangkan kawasan Sungai Jingah, sebagai kota tua di kota ini.
Dalam diskusi kecil anggota tim kota pusaka yang terdiri dari Akhmad Khuzaimi, Diah Bahdiah, Pidza Anwar, Paman Anum, Mohammad Ari dan Akhmad Arifin, dari 10 wilayah yang menjadi objek kota pusata di kota ini, maka Sungai Jingah akan menjadi perioritas pembenahan.
Masalahnya, Sungai Jingah terdapat puluhan rumah tua usia ratusan tahun, berada di kawasan pinggiran aliran Sungai Martapura yang muda dijangkau baik darat dan sungai, juga budaya masyarakatnya yang sudah turun temurun menggambarkan kehidupan masyarakat Banjar.
Menurut salah satu anggota tim, Akhmad Arifin, untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai kota tua memang harus ada dukungan sepenuhnya baik oleh pemerintah kota maupun pemerintah provinsi.
Tim kota tua sendiri sudah dijanjikan oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan untuk ikut membenahi kawasan Sungai Jingah tersebut, tinggal bagaimana melobi pihak Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan
Umpamanya saja, pemeliharaan rumah rumah tua tersebut agak tidak tambah rusak, perbaikan pagar rumah rumah tua, perbaikan lingkungan, pembuatan dermaga air dan sebagainya.
Jika sudah dibenahi maka kawasan tersebut bisa dipublikasikan lebih luas lagi sebagai wilayah destinasi wisata, tambah Akhmad Arifin.
Berdasarkan catatanh, nama kampung tua Sungai Jingah berasal dari sungai kecil bernama Sungai Jingah. Sungai ini merupakan Handil, semacam sungai buatan atau saluran yang muaranya di sungai Anjir (sungai buatan lebih besar dari Handil). Sungai Jingah mengalir dan menuju Sungai Andai dan bermuara di Sungai Pangeran.
Penamaan Sungai Jingah kemungkinan karena di wilayah tersebut, sepanjang tepian sungai kecil banyak tumbuh pohon Jingah, semacam vegetasi, tanaman khas rawa-rawa yang sering ditemukan di Banjarmasin dan sekitarnya.
Kampung Sungai Jingah, tertulis dalam register Pemerintah Hindia Belanda tentang kampung-kampung yang terletak di sepanjang Sungai Martapura ke Sungai Barito. Khususnya di wilayah Bandjermasin dan Ommelanden.
Pendataan ini dilakukan .G. Stemler pada akhir bulan Desember 1886 dan dibukukan dalam titel Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch Oost-Indie, volume 22, tahun 1893. Nama Kampung Sungai Jingah ditulis dengan Soengei Djingga.
Kemudian dalam laporan South Coast Of Kalimantan From Tanjung Puting To Selat Laut, Sailing Directions for Celebes, Southeast Borneo, Java (except from Java Head to Batavia), and Islands East of Java yang dirilis Hydrographic Office, 1935, juga memberikan beberapa informasi tentang Sungai Jingah.
Pada laporan yang diterbitkan tahun 1935 tersebut, dituliskan bahwa telah dibangun suar (lampu petunjuk) untuk kapal kapal yang berlayar di Sungai Martapura. Satu diantara lokasi pembangunan suar tersebut adalah di pintu masuk Sungai Djinga.
Tim kota pusaka perjuangkan percepat Sungai Jingah sebagai kota tua
Jumat, 13 November 2020 9:48 WIB