Oleh Syamsuddin Hasan
Banjarmasin, (Antaranews.Kalsel) - DPRD Kalimantan Selatan berpendapat, kearifan lokal yang sudah menjadi tradisi sejak lama di provinsi tersebut, selain mampu menghadapi perubahan, juga bisa mengatasi konflik.
Pendapat itu dalam pengantar Raperda inisiatif tentang penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di Kalsel, disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPRD provinsi setempat Susan, di Banjarmasin, Senin.
Pasalnya, lanjut Komisi I bidang hukum dan pemerintahan DPRD Kalsel selaku pengusul Raperda tersebut, konflik belakangan ini serta kecenderungan ke depan, bukan cuma masalah ideologi, tapi juga multi kultural.
Namun, Komisi I yang juga membidangi pertanahan, serta keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) itu tak mengungkap semua bentuk atau jenis konflik yang bisa terselesaikan kalau penanganannya dengan kearifan lokal.
"Kearifan lokal yang sudah menjadi tradisional di masyarakat Kalsel, insya Allah akan dapat menangani dan menyelesaikan perselisihan dan konflik pertanahan di provinsi yang terdiri 13 kabupaten/kota ini," katanya.
"Kearifan lokal yang sudah menjadi tradisi sejak lama atau zaman dahulu di masyarakat Kalsel, seperti musyawarah untuk mufakat, yang umumnya digunakan dalam menangani dan menyelesaikan sengketa dan konflik di luar pengadilan," demikian Komisi I DPRD Kalsel.
Penyampaian Raperda inisiatif tentang penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan itu dalam rapat paripurna DPRD Kalsel yang dipimpin wakil ketuanya H Riswandi.
Pada waktu bersamaan juga penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi Dewan terhadap Raperda tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kalsel 2014.
Dalam rapat paripurna itu hadir, selain Asisten Sekretaris Daerah (Sekda) Kalsel Bidang Administrasi Umum HM Rusli mewakili gubernurnya, juga dari unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah provinsi setempat.
Di awal paripurna tersebut diwarnai interupsi dari Gusti Perdana Kesuma, politisi muda Partai Golkar, karena yang hadir hanya Asisten Sekda, bukan gubernur atau wakil gubernur.
Semestinya, menurut anggota DPRD Kalsel dua periode dari Partai Golkar itu, yang hadir dalam rapat paripurna Dewan, bukan Asisten Sekda, tapi gubernur dan atau wakil gubernur.