Banjarmasin (ANTARA) - Bagi penggemar wisata "anti-mainstream" alias tidak biasa, kawasan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan mungkin bisa masuk dalam jadwal tujuan berikutnya.
Selain keindahan panorama alam, kawasan yang menyimpan kekayaan sumber daya alam luar biasa ini juga menawarkan keunikan budaya masyarakat adat Dayak Meratus.
Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah bahkan sudah merancang paket wisata yang akan memadukan potensi alam dan budaya, bekerja sama dengan warga Dayak Meratus di Kampung Balai Kiyu, Desa Hinas Kiri.
Suku Dayak Meratus masih sangat menjaga adat dan budaya leluhur mereka. Meski demikian, warga adat ini sangat terbuka terhadap pendatang dan selalu menyambut hangat tamu-tamu yang ingin menyaksikan berbagai ritual adat.
Pengunjung yang datang bisa menginap di rumah warga dan mengamati secara langsung kehidupan sehari-hari warga Dayak Meratus yang kental dengan kearifan lokal.
Baca juga: Artikel - Kemeriahan Aruh Bawanang, Suku Dayak Meratus Kabupaten HST
Bagi mereka yang ingin pengalaman lebih menantang, bisa mencoba menaklukkan Gunung Halau Halau, puncak tertinggi di Pegunungan Meratus dengan ketinggian 1.901 meter dpl.
"Kita akan kembangkan wisata adat dan budaya. Kita juga ada air terjun, Gunung Halau Halau," kata Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Hulu Sungai Tengah Wahyudin.
Pemerintah Kabupaten akan memberdayakan kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang ada di Balai Kiyu untuk membantu mewujudkan rencana tersebut.
Wisata yang ditawarkan pemerintah setempat ini merupakan wisata minat khusus. Karena hanya mereka yang benar-benar "niat" saja yang mau bersusah payah untuk mencapai lokasi di Balai Kiyu.
Balai Kiyu yang dihuni sekitar 24 Kepala Keluarga ini terletak di kaki Pegunungan Meratus yang masih masuk wilayah administrasi Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Diperlukan waktu sekitar 1,5 jam untuk menempuh jarak 40 kilometer dari ibukota kabupaten, Barabai dengan kondisi jalan sempit, cukup untuk melintas satu mobil. Tidak ada penerangan di jalanan yang sedikit menanjak dan berkelok-kelok itu, kecuali saat pengunjung melintasi beberapa rumah.
Wahyudin mengakui jarak dan infrastruktur yang kurang memadai menjadi salah satu kendala utama dalam mengembangkan pariwisata di daerah tersebut.
"Ini memang wisata minat khusus. Hanya untuk orang-orang tertentu yang benar-benar berminat karena tidak mudah untuk mencapai lokasi," kata dia.
Baca juga: Berkat Meratus terjaga, HST selamat dari krisis air bersih
Gunung Halau Halau
Rencana Pemerintah Kabupaten untuk mengembangkan paket wisata tersebut disambut hangat warga Dayak Meratus.
Seorang warga Balai Kiyu, Syahdi mengatakan ia sangat setuju dengan rencana tersebut.
"Akan disediakan rumah singgah oleh masyarakat adat Kiyu. Setiap pengunjung tidak perlu menginap di rumah warga lagi karena sudah disediakan rumah khusus bagi pendaki atau pengunjung," kata dia.
Gunung Halau Halau yang merupakan gunung tertinggi di Kalimantan Selatan sudah cukup dikenal di kalangan pendaki, baik lokal maupun pendaki asing.
"Ada banyak pendaki asing. Ada yang dari Rusia, Jepang, Spanyol," kata Syahdi.
Dibutuhkan waktu setidaknya tiga hari dua malam untuk mencapai puncak Halau Halau dan kembali ke Balai Kiyu. Dua hari untuk mendaki hingga puncak dan sehari untuk turun kembali.
Baca juga: Tari "Rag Rag Guy" ungkapan tentang kerusakan Meratus
Oleh warga Dayak Meratus, Gunung Halau Halau dianggap keramat dan menjadi semacam pelindung bagi masyarakat sekitar.
"Dulu leluhur masyarakat Dayak bertapa di puncak gunung ini. Halau Halau juga menjadi semacam pelindung bagi masyarakat," kata Syahdi.
Gunung Halau Halau ada dua, oleh warga setempat disebut Gunung Halau Halau Laki atau yang juga disebut Gunung Besar dan Gunung Halau Halau Bini.
Gunung Halau Halau Bini memiliki puncak yang lebih runcing dan tidak bisa didaki.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pengunjung sebelum mendaki gunung ini, diantaranya harus meminta izin sesepuh warga setempat sebelum mendaki, dilarang mengambil tanaman di gunung, membuang sampah sembarangan, berteriak dalam hutan, berkata tidak sopan, berdoa sebelum mendaki, dan dilarang naik gunung di waktu-waktu pamali misalnya saat upacara adat.
Baca juga: Warga Meratus HST bangun bendungan untuk sarana air bersih
Geopark Meratus
Pemerintah pusat telah menetapkan kawasan Pegunungan Meratus di Kalsel sebagai kawasan geopark nasional.
Pembangunan geopark ini juga merupakan bagian dari keinginan Kalsel untuk tidak terlalu mengandalkan sektor tambang dan mencoba menjadikan pariwisata dan pertanian sebagai tulang punggung perekonomian daerah.
Menyusul penetapan Pegunungan Meratus sebagai kawasan geopark nasional tersebut, Pemerintan Provinsi Kalimantan Selatan berencana melangkah lebih jauh untuk mendaftarkan Geopark Pegunungan Meratus ke UNESCO pada September atau Oktober 2019.
Setelah menelusuri sumber daya alam yang layak menjadi geopark alias taman bumi tersebut, Dinas Energy dan Sumber Daya Mineral Kalsel menetapkan 67 titik yang akan dikembangkan sebagai lokasi wisata alam.
"Saat ini yang sedang fokus dikerjakan ada tiga titik yaitu Lembah Kahung, Matan Keladan dan Taman Hutan Rakyat," kata Kepala Dinas ESDM Kalsel Isharwanto.
Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor mengatakan pengembangan Geopark Pegunungan Meratus merupakan bukti bahwa pemerintah serius melindungi sumber kekayaan di Meratus, baik itu kekayaan alam, wisata dan budayanya.
"Bila sudah menjadi kawasan Geopark, maka Meratus tidak boleh lagi dimanfaatkan untuk usaha lainnya, kecuali untuk upaya pelestarian dan perlindungan alam, pengembangan wisata dan budaya," kata Gubernur.
Menjajal wisata di Pegunungan Meratus
Sabtu, 5 Oktober 2019 15:21 WIB