Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) menerapkan keadilan restoratif atau "restorative justice" (RJ) untuk menghentikan dua perkara penganiayaan ringan yang ditangani Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (Kejari HSU) dan Kejari Banjarbaru.
"Penganiayaan yang dilakukan hanya mengakibatkan luka bersifat ringan dan tidak menimbulkan bahaya," kata kata Kasi Penerangan Hukum Kejati Kalsel Yuni Priyono di Banjarmasin, Kamis.
Baca juga: Kejari Tanah Laut hentikan kasus kecelakaan lewat keadilan restoratif
Untuk Kejari HSU, perkara penganiayaan Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan tersangka berinisial HE saat korban RS dipukul tersangka dengan tangan kosong lantaran tidak memberikan pinjamin uang untuk membeli rokok terjadi pada 15 November 2023.
Antara tersangka dan korban tinggal bertetangga sehingga jaksa menilai kasusnya tidak perlu dilanjutkan ke persidangan setelah keduanya juga sepakat berdamai.
Sementara perkara di Kejari Banjabaru dengan tersangka MF dan korban sang istri NR.
Keduanya berselisih paham hingga terjadi penganiayaan oleh suami terhadap istrinya.
Baca juga: Jampidum setujui hentikan tuntutan empat perkara di Kalsel
Ketika proses penyidikan di kepolisian, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu berlanjut dan tersangka dijerat Pasal 44 ayat 1 subsidiair Pasal 44 ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, sehingga jaksa berinisiatif berupaya mendamaikan keduanya.
Langkah jaksa menerapkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif itupun membuahkan hasil dan pada akhirnya disetujui oleh Jaksa Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana saat ekspose yang dihadiri Akhmad Yani selaku Plt Wakil Kajati Kalsel.
"Dari dua perkara ini mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi masyarakat agar tidak mudah emosi sehingga melakukan penganiayaan, apalagi jika terulang bagi pelaku maka tidak bisa diterapkan RJ," tutur Yuni.
Baca juga: Polres Balangan upayakan keadilan restoratif terhadap maling ayam 38 kali
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024
"Penganiayaan yang dilakukan hanya mengakibatkan luka bersifat ringan dan tidak menimbulkan bahaya," kata kata Kasi Penerangan Hukum Kejati Kalsel Yuni Priyono di Banjarmasin, Kamis.
Baca juga: Kejari Tanah Laut hentikan kasus kecelakaan lewat keadilan restoratif
Untuk Kejari HSU, perkara penganiayaan Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan tersangka berinisial HE saat korban RS dipukul tersangka dengan tangan kosong lantaran tidak memberikan pinjamin uang untuk membeli rokok terjadi pada 15 November 2023.
Antara tersangka dan korban tinggal bertetangga sehingga jaksa menilai kasusnya tidak perlu dilanjutkan ke persidangan setelah keduanya juga sepakat berdamai.
Sementara perkara di Kejari Banjabaru dengan tersangka MF dan korban sang istri NR.
Keduanya berselisih paham hingga terjadi penganiayaan oleh suami terhadap istrinya.
Baca juga: Jampidum setujui hentikan tuntutan empat perkara di Kalsel
Ketika proses penyidikan di kepolisian, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu berlanjut dan tersangka dijerat Pasal 44 ayat 1 subsidiair Pasal 44 ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, sehingga jaksa berinisiatif berupaya mendamaikan keduanya.
Langkah jaksa menerapkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif itupun membuahkan hasil dan pada akhirnya disetujui oleh Jaksa Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana saat ekspose yang dihadiri Akhmad Yani selaku Plt Wakil Kajati Kalsel.
"Dari dua perkara ini mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi masyarakat agar tidak mudah emosi sehingga melakukan penganiayaan, apalagi jika terulang bagi pelaku maka tidak bisa diterapkan RJ," tutur Yuni.
Baca juga: Polres Balangan upayakan keadilan restoratif terhadap maling ayam 38 kali
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024